Mohon tunggu...
Kang Marakara
Kang Marakara Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pengangguran Terselubung

Belajar dan mengamalkan.hinalah aku,bila itu membuatmu bahagia.aku tidak hidup dari puja-pujimu

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Puisi: Witulah-Witulih

12 Januari 2022   06:51 Diperbarui: 12 Januari 2022   06:52 98
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Malam seperti bubuk mesiu, menerjang segala insan tanpa pandang suku, menghantam kesadaran seakan ini adalah mula kelabu. Sederet kisah, sejumput cerita, yang pada akhirnya bermuara derit nafas penuh kisah pilu.

Dari ujung senja hingga pagi buta, di antara belantara hayal dan mimpi belaka, tangan-tangan mungil memegang pelita hingga menggigil aliran darah, mata terpejam tapi pikir entah kemana. Dari singgasana tuan kaya, dari gubuk reot abdi jelata, yang nyata dan apa adanya, yang tertawa dan menangis seperti kisah para pemohon sukarela.

Wahai para dewi pengasuh rembulan, wahai para tetua pemegang gulungan mantra, mengapa membiarkan pikir ini sesat engkau biarkan, mengapa mengalirnya udara malam engkau jadikan rujukan.

Jika bukan kehendak malam, jika bukan karena tangis dewi kahyangan, ingin ku buang segala hayal diawal kejadian, agar segala kisah adalah kepastian.

*****

Baganbatu,januari 2022

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun