Di genggam erat, membiarkan diam mencabik-cabik seluruh perasaan, hawa dingin menyergap, dengung batin mengalir melewati rintih kemudian berakhir. Meninggalkan segumpal noda, putih gaun kini berbalut kecewa.
Memetik bunga bakung, mengusik sebuah nama yang dulu agung. Pernah menjadikanya setara dewa, pernah berharap sosok itu adalah arjuna dengan panah asmara. Membidik hanya sebuah jiwa, tak hianat meskipun guncangan melanda.
Engkau menyadari rintih kelopak bunga ketika terenggut mimpi? Pedih. Bahkan rasa sakit itu disimpan dalam figura besi bertenun mati. Tak seorangpun mampu memahami, betapa setiap helai mahkota adalah nyawa bagi sang hati.
Bunga bakung kiasan bagi sedih. Sendiri menanggup aib, sepi menahan luka hampir mendidih.
*****
Baganbatu, juli 2021
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H