Mohon tunggu...
Kang Marakara
Kang Marakara Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pengangguran Terselubung

Belajar dan mengamalkan.hinalah aku,bila itu membuatmu bahagia.aku tidak hidup dari puja-pujimu

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Puisi: Bunga Bakung

16 Juli 2021   06:39 Diperbarui: 16 Juli 2021   06:59 571
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Di genggam erat, membiarkan diam mencabik-cabik seluruh perasaan, hawa dingin menyergap, dengung batin mengalir melewati rintih kemudian berakhir. Meninggalkan segumpal noda, putih gaun kini berbalut kecewa.

Memetik bunga bakung, mengusik sebuah nama yang dulu agung. Pernah menjadikanya setara dewa, pernah berharap sosok itu adalah arjuna dengan panah asmara. Membidik hanya sebuah jiwa, tak hianat meskipun guncangan melanda.

Engkau menyadari rintih kelopak bunga ketika terenggut mimpi? Pedih. Bahkan rasa sakit itu disimpan dalam figura besi bertenun mati. Tak seorangpun mampu memahami, betapa setiap helai mahkota adalah nyawa bagi sang hati.

Bunga bakung kiasan bagi sedih. Sendiri menanggup aib, sepi menahan luka hampir mendidih.

*****

Baganbatu, juli 2021

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun