Hanya kekeringan membentang, dari garis lintang hingga menyentuh bibir lautan. Pohon bayam, berdiri tegak dengan keringat bercucuran, hendak bermigrasi tapi kendaraan terakhir telah terbakar. Api tak berkobar, hanya asa telah hilang.
Di sudut mana aku harus menjumpaimu. Air mata selekasnya berubah debu, bayangan memanjang tersangkut sisa perdu. Tanah pecah lelah menyimpan duka, angin bertiup membingungkan hingga menipu arah. Jejakmu tersembunyi tertimpah butiran bara.
Sepuluh purnama rindu ini memaksa, memboyong seikat kembang sebagai persembahan, berharap gersang sudi menghindar barang sebentar. Kan ku alirkan sungai di tengah ngarai, tempat engkau dan aku bersepakat tentang satu hal, "gersang hanya milik mereka berhati dangkal".Â
Bagaimana dengan senja? Aku dan engkau tak pernah menggantungkan nasip pada cahaya keemasan. Biar kaki terbakar, biar ketampanan dan kecantikan memudar, jarak tempuh kesetiaan semakin membesar. Biar hangus dilahap gersang, itu adalah takdir pembuktian.
*****
Baganbatu, juli 2021
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H