Aku mengira, secuil hatiku telah porak-poranda. Satu bagian sibuk manisnya dunia, satu bagian lagi tersandera sanjung puja.
Hatiku tak lagi merah. Ada jutaan noda membentuk tameng menolak kebenaran, ada hiasan dusta dan khianat sebagai pendampingnya.
Siang atau malam, saat sedih atau senang, hatiku terpotong tujuh tanpa menyisakan. Entah ke mana bibit keikhlasan, entah di mana tunas kebajikan ku tanam.
Tersangkut media sosial, terpikat oleh hiruk-pikuk ketenaran.
Hatiku entah kapan pulang.
Hatiku entah kapan lapang.
*****
Baganbatu, mei 2021
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2HBeri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!