Bagaimana rindumu kini? Masihkah berapi-api, atau perlahan mulai padam, mengecil, kemudian lambat-laun mulai memudar. Hilang dibawah semilir angin tak tenang.
Aku masih ingat, kita dulu berteriak paling lantang. "Aku rindu ramadhan, rindu, bahkan sangat rindu".
Ternyata rindu kita bercampur yang palsu, ternyata teriakan kegembiraan di balut ambigu. Setelah sepuluh hari meniti hari, hati kita hanya imitasi.
Mengapa kita masih menyimpan angkuh, padahal ramadhan bak kekasih pujaan lama tak bertemu.
Mengapa ramadhan hanya lukisan seremonial, menyibukan sahur dengan aneka hidangan, merepotkan buka dengan segala panganan. Nilai ramadhan luntur seiring senja yang temaram, tak berbekas tak bersisa meskipun sekedar perbaikan.
Inikah rindu kita? Setelah puluhan kali merindukan kemudian mencampakan ramadhan. Kita kejam pada diri sendiri, menyia-nyiakan kesempatan memperoleh ketaqwaan.
*****
Baganbatu, ramadhan 2021
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H