Tanpa dentuman, sunyi tembakan. Sepiring protein dan karbohidrat, logistik pendukung persaingan. Sedikit cemburu, adukan iri hati, bakaran sisa dengki. Hanya butuh pemicu seujung kuku.
Sayat-menyayat ulu hati. Sembelih-menyembelih seribu dalih. Lidah berputar hingga presisi. Â Hujam-menghujam meracuni perih. Dahsyat menyetubuhi penghianatan, pelukan hangat meremukan peradaban.
Perang kata, silang sengketa, nalar buta, curiga menghamba. Pada berita mengotori cuaca, menyebabkan pontang-panting cengkerama. Di rumah. Perkantoran. Menukik, melintir, menyambit kolom lini massa.
Tak henti bagai bah menggunduli kebajikan. Setelah tergerus adab kesopanan, setelah tenggelam rasa malu memudar zaman.
Perang kata dalam ribuan peristiwa, yang tercampak dan terhina, yang terluka dan menderita. Bagai hiasan sengketa, penambah nikmat birahi dosa. Aku, engkau. Mereka dan dia. Pion catur dalam gemuruh sengketa, anak wayang permainan dalang kesesatan.
Perang kata. Meredah sejenak ketika kantuk tiba. Berlanjut dalam mimpi rebah, berkecambah ketika denyut jantung tertinggal satu dua.
*****
Baganbatu, februari 2021
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H