Beginilah jika tulisan tak menggunakan matahati.
Tak bermakna.
Tak berselera.
Tak bergizi layaknya makanan ruhani, tak bermutu tinggi selayaknya maha karya.
Hanya kumpulan abzad bermuram durja, hanya onggokan peristiwa tak meninggalkan kisah.
Hampa setelah lelah membaca.
Percuma tanpa nilai pengaruh jiwa.
Matahati bagai matahari bagi pena, matahati bak lentera di gelapnya karya. Memberi makna, memberi rasa, mencukupkan kelezatan sebuah karya. Menghadirkan ruh di setiap huruf membentuk kata.
Jangan marah, jangan kecewa. Beginilah puisi ini apa adanya. Tersebab matahatiku tertinggal di antara perjalanan, mungkin terjatuh di belantara hutan kelapa sawit pulau Sumatera, atau tertinggal di salah satu rumahmakan ketika jasadku kekenyangan.
*****
Bangkinang, lupa tanggal lupa bulanya. 2021