Tubuh gemetar. urat nadi terasa terbakar hingga hangus segala sesal. bola mata memutih seakan telah hilang aura diri, lidah kelu tak mampu menyebut sekian nama yang selama ini merubungku. benar-benar beku, seakan roda dunia berhenti pada titik tumpu. aku yang kembali gagu, aku yang tercampak dari hiruk-pikuk kenyataan.
selembar surat muncul dari kedalaman awan, ribuan huruf berpendar menyilaukan penglihatan. satu dua masih mampu aku baca, selebihnya, hanya dengung meruncing menembus kedalam jiwa. tajamnya kata-kata ternyata lebih menyayat luka, tiap huruf seakan anak panah menerobos mengoyak raga.
aku hanya menanti. semburat senja mulai membelah raga hingga memuncratkan darah. tak lagi merah, sebab nyaliku telah musnah. aku tak punya dalih untuk menghaturkan bukti, aku tak punya keberanian menghadang kemarahan yang sebentar lagi terjadi.
senja ini, di antara senja yang menampakan senyum penuh ejekan, di antara tangis penuh kekecewaan binatang malam. aku merangkak memohon ampunan, aku menyerahkan selembar nyawa sebagai tebusan.
#####
Baganbatu, desember 2020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H