Ketika engkau menabur badai, engkau lupa hujan baru saja usai
Petir pada kerumunan senja, sedang engkau menikam makna
Engkau berjalan menjauh, jejak kakimu menuju merapi merbabu
Jangan palingkan muka, air mata pasti tiada dusta
Ini baru saja di mulai, episode pelarian junjungan bertahta berlian, menapikan keselamatan diri sendiri, mengotori tapak kaki yang putih lagi bersih, membiarkanya tergores tajamnya pucuk duri. Demi sang pujaan hati, pangeran tampan negeri wara krestopati.
Wajah ayu menerjang alas mboro wau, wangi kenanga menyirep poro siluman terdiam dalam kebingungan, terasa enggan mengganggu laju perjalanan. Trah sinuhun memancar di setiap jengkal tanah, menyilaukan para dedemit yang berdiam berselimut prahara.
Kemana kekasih hendak di cari, di manakah gerangan obat rindu pembuat resah nelangsane ati. Burung jalak martoji kawan sejati, bersiul nyaring setiap kali menemukan jejak satria bersembunyi.
" Duh kekasih pelipur sunyi, hutan telah aku rasuki, gunung tinggi menari aku kepuncak tertinggi, ngarai dalam telah menjadi saksi. Datanglah sebelum senja merekah, hadirlah ketika cakrawala mengundang kita menikmati suguhanya. Jangan engkau buat rasa neng ati bak memeluk lahar merapi."
Bunyi kecapi terasa menyayat hati, tembang bocah tani menukik tajam ke dinding terdalam perasaan. Sampai kapan perjalanan menemukan, sampai kapan onak duri bermesraan dengan tapak kaki.
Bagan batu, mei 2020