Tiba-tiba kotaku mati. Matahari berkirim surat tidak akan hadir lagi, lampu taman semakin redup memancarkan sinar, rerumputan sesekali berbisik lirih dalam kebingungan. "apakah ini akhir kehidupan?" terisak bunga mawar kebingungan menyebarkan aroma kedukaan.
Manusia berjalan sambil mengeringkan isi kepala, otak mendidih coba mencerna apa yang terjadi. Di simpang lampu merah, tanda berhenti dan tanda berjalan lagi hanya simbol yang tak lagi di mengerti. " Inikah pertanda otak manusia telah binasa?"
Lelaki-lelaki perkasa seketika layu bak daun di santap ulat, wanita-wanita jelita berubah bak boneka kayu yang kaku menunggu titah. Wajah-wajah beku menghias layar kaca, bercerita dengan nada gagap dan intonasi rumit luar biasa. Tidak ada pendengar, tak menemukan yang sudi menyaksikan
Semua kebingungan menemukan jalan pulang, berputar-putar di antara teori dan pencitraan diri, terombang-ambing menemukan kenyataan jiwa telah tersandera kepanikan. Kecerdasan tak lagi berarti, kemampuan menganalisa buntu memecahkan akar masalah
Tiba-tiba ku temukan diriku di antara peti mati, tumpang-tindih mengurung hati nurani hingga mati perlahan. Jangan tanya tentang jalan keluar, jangan sodorkan tanya tentang peluang. Di sini, kotaku telah di bungkus plastik transparan
Bagan batu, pagi yang mencekam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H