Di sini, tepat dua meter di hadapanku. Berdiri dengan angkuh sebatang pohon jambu, tempat biasa aku bergulingan mempermainkan perasaan ibu, menari mengitari batang kayu besar yang setia menontonku. Aku tak pandai berayun seperti mereka, memanjakan tubuh di antara dahan di ketinggian. Aku iri, tapi apa daya
Kini, di sini, tepat dua meter di hadapanku. Kenangan itu melebur dalam sebuah bangunan beton yang membisu, tak ku kenal dalam daftar kenangan, tak jua mengenalku apalagi segera memeluku dengan kehangatan
Aku rindu pohon jambuku, ingin ku mengadu tentang teman nakal di kelasku, atau mempertontonkan tarian terbaru kesukaanmu. Hilang, sekejapun tak mampu ku temukan jalan mengulang kenangan
Dia pasti merintih dalam kesendirian, tubuhnya mulai rapuh di telan lapuk dan pembusukan. Napasnya tersengal-sengal di tenggorokan, daun mulai layu dan kering tak mampu lagi menyediakan udara segar. Ngeri aku membayangkan
Belum sempat ku tunaikan cita-citaku berayun di dahan yang tinggi, belum lagi aku mampu membalas senyumnya tiap kali ku permainkan akar kesayangan dengan aneka mainan. Pohon jambuku telah hilang
Bagan batu, tidak seperti sepuluh tahun lalu
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H