Lupakan tentang Jakarta yang padat dan polusi udaranya sudah parah.mari kita melihat sekaligus mencari peluang di daerah yang akan di jadikan ibu kota baru.
Setidaknya hal seperti itulah yang bisa saya tangkap dari obrolan anak-anak muda yang baru tamat sekolah,yang lagi kepingin mencari kerja.tapi ternyata demam ibu kota baru juga sudah mewabah di antara mereka yang selama ini sudah punya kerja tetap dan penghasilan pasti.
Pasca pengumuman dari presiden Jokowi tentang daerah yang akan di jadikan ibu kota negara sebagai pengganti Jakarta,dan propinsi Kalimantan timur yang beruntung di tunjuk sebagai calon penggantinya,masyarakat punya antusias tersendiri dalam menyikapinya.
Daya pikat sebuah ibu kota negara
Apa boleh buat,bagi sebahagian besar masyarakat,ibu kota adalah daerah yang punya magnet kuat untuk di datangi dengan berbagai motif dan kepentingan.ada yang ingin merubah nasip,ada yang ingin merubah status diri,ada yang ingin dekat dengan pusat-pusat layanan publik yang biasanya tersedia lebih lengkap sebagai salah satu ciri sebuah ibu kota negara.
Tapi biasanya faktor ekonomi lebih dominan sebagai pendorong masyarakat dari daerah lain untuk berbondong-bondong mengadu nasib memperbaiki keadaan penghidupanya.ada tidak ada keahlian kadang di kesampingkan,yang penting adalah tekat bulat untuk berjuang mencari kehidupan yang lebih baik.
Jakarta penuh sesak dengan jutaan pendatang karena Jakarta sebagai ibu kota negara di anggap punya segudang kesempatan dan peluang untuk ikut bertarung memperebutkan kue ekononi yang biasanya memang hanya berputar di sentra ekonomi dan politik sebuah ibu kota.
Maka rencana presiden Jokowi memindahkan ibu kota negara ke Kaltim,pasti akan di ikuti dengan berbondong-bondongnya masyarakat dari berbagai pelosok negeri untuk bisa ikut mencicipi kue ekonomi yang pasti akan menyerbu deras daerah kaltim sebagai ibu kota baru
Mengelolah urbanisasi
Jakarta bisa jadi rujukan tentang sulitnya membendung dan membatasi para pendatang yang bagai air bah menyerbu Jakarta.aturan yang kurang tegas,sumber-sumber ekonomi di daerah yang masih terbatas,membuat para pendatang dari daerah tidak punya pihan lain selain merantau ke Jakarta.
Urusan berhasil atau gagal itu hal belakangan,urusan punya keahlian atau tidak kadang tidak terlalu di persiapkan.padahal mencari kerja di daerah perkotaan (apalagi kota besar) hanya yang punya keahlianlah yang mampu bertahan dan memperbaiki kehidupanya
Maka presiden Jokowi mesti punya rencana dan pedoman untuk menekan dan membatasi arus urbanisai.tanpa kemauan dan aturan yang tepat,Kaltim sebagai daerah yang wilayahnya akan di jadikan ibu kota negara,hanya menunggu waktu saja menjadi seperti Jakarta.
Bila tidak di kelolah dengan serius,persoalan para pendatang dari berbagai daerah hanya akan menciptakan masalah baru.dan di khawatirkan setelah 30-40 tahun yang akan datang,pemerintah akan di sibukan dengan problem seperti Jakarta sekarang.
Masih niat mau merantau ke Kaltim?
Salam ibu kota baru
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H