Padamnya aliran listrik, semoga tidak ikut memadamkan akal sehat dan nurani kita
Ternyata pemadaman aliran listrik massal yang terjadi berimbas luas kepada banyak hal, tidak hanya konsumen yang menjerit karena aneka kerugian yang mesti di tanggung dengan putusnya aliran listrik dari PLN.
Tapi para pegawai dan pekerja PLN pun tersengat "strum" arus listrik dalam bentuk lain, sudahlah pontang panting bekerja keras untuk memperbaiki keadaan agar arus listrik segera mengalir lagi ke pelanggan, dari jurusan lain malah ada gangguan dari ucapan petinggi PLN. Sudah jatuh dari tiang listrik, tertimpa tangga pula.
Adalah direktur pengadaan strategis 2 PLN, Djoko Raharjo Abumanan yang pertama kali melontarkan wacana untuk memotong gaji karyawan PLN untuk membayar kompensasi kepada sekitar 21,9 juta pelanggan yang terkena dampak dari padamnya aliran listrik secara massal.
Tepatkah gaji karyawan di korbankan?
Tentu tidak etis dan tidak tepat bila suatu kesalahan dan kekeliruan yang terjadi akibat dari kebijakan dan pengawasan yang tidak profesional, ditimpahkan kepada level karyawan yang tugasnya dan lingkup kerjanya pasti berdasar arahan dan pedoman dari atasan.
Apakah pemadaman listrik massal yang terjadi kemarin itu juga kesalahan karyawan di level bawah? Tentu perlu pembuktian dan pengamatan yang cermat untuk tidak tergesa-gesa menimpakan sebahagian kesalahan dan kerugian kepada karyawan di level pelaksana.
Mengapa para petinggi PLN tidak mewakafkan hartanya untuk ganti rugi? Bukankah selama ini mereka menerima imbalan yang tinggi sesuai jabatanya dan kepada siapa saja yang ikut terlibat di dalam pengambil kebijakan listrik nasional seharusnya ikut merasakan terlebih dahulu pemotongan gaji untuk kompensasi kerugian yang di derita pelanggan.