Suaraku tercekat di ujung kegelisahan hatimu, menukik tajam di antara riam riam kedukaan, berkelana tanpa bunyi tanpa nyanyian. Bergulung di antara awan yang kadang datang kadang menghilang
pucuk pucuk bambu riuh di kejauhan, serpihan meteor menambah horor langit malam. Engkau pasti bersembunyi di antara bintang, menunggu cahaya rembulan sebagai tangga untuk pulang
Tlah ku persiapkan altar persembahan, ku bingkai kata kata puisi bermahkota suci,ku hamparkan berjuta kenangan di sepanjang jalan,agar hadirmu nanti, bisa mengulang masa keindahan
Tapi suaraku tercekat dingin tatapan matamu, senyum menawan tak bisa lagi engkau hadirkan. Engkau bawa segala sepi sebagai pelayan, menebarkan aroma kesendirian yang tak bertuan. Hadirmu bahkan meredupkan cahaya alam, mengalirkan angin dingin yang membekukan perasaan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H