Mohon tunggu...
Kang Marakara
Kang Marakara Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pengangguran Terselubung

Belajar dan mengamalkan.hinalah aku,bila itu membuatmu bahagia.aku tidak hidup dari puja-pujimu

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Jalan Pulang dengan Ranjau Mengancam

24 Mei 2019   22:26 Diperbarui: 24 Mei 2019   22:42 37
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bukan perkara mudah menasehati teguh karang di lautan lepas, setiap gelombang yang datang menghantam,di sambut teriakan garang sang karang.percuma ku nasihati,percuma ku dekati.karang tetap karang,pantang menyerah walau tiap detik gelombang menerjang

Ki Ragi adalah karang itu.jawara tua yang tak pernah di ajar untuk kalah.setiap gelanggang adalah kemenangan atau kematian.bagi trah keluarganya,mengaku kalah adalah aib yang tak kan mampu di sanggah bumi di bentang langit.aib tak terperih

Tapi karangpun tahu,bila air pasang pasti di iringi surut di belakang.saat menyakitkan ketika gelombang tak mau lagi menyapa dengan kibasan pedang."siapa yang bisa mengukur kesaktianku,siapa yang mampu menyanjung mantra pamungkasku".karangpun kadang menangis dalam genangan.

Aku telah mengingatkan,para sepuh telah memberi wejangan,tapi ki Ragi memang karang bukan sembarang karang.bahkan secuil hatinya tlah di buang bersama sekeranjang kenangan

"sudahlah ki,usia tak bisa di bohongi"

Tapi kekalahan adalah kata aneh yang tak pernah di suapkan para leluhurnya.baginya itu bukan kekalahan,itu adalah penghinaan.dan penghinaan adalah kata pamungkas untuk memeras nyawa hingga kemenangan tuntas

"Aku akan mundur,bila selembar nyawaku menghiba kepada ujung pedangku.tikamlah aku"

karang tetaplah karang.bahkan ketika usia tak mau lagi bersanding dengan hasrat.tetap garang,walau kadang kaki ini mulai gemetar tatkala gelombang itu datang.

"hanya gelombang yang membuatnya tetap hidup"baginya,kembali ke belakang adalah kata yang tak pernah tertanam dalam memory tuanya

jalan pulang dengan ranjau mengancam,tak pernah ia lewati

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun