Hari minggu (5 mei 2019) kemarin, bersama anak lelaki saya yang baru tamat pesantren melakukan perjalanan kebeberapa tempat di propinsi Riau. tujuan utama adalah silaturahim kepada beberapa teman lama yang beberapa bulan sebelumnya berkunjung ke kediaman saya.
Pagi ba'dah subuh setelah menyiapkan kendaraan dan keperluan lainya, perjalanan di mulai lewat mahato, melintasi Dalu dalu, akhirnya singgah sebentar di Pasir pangarean. silaturahim ke rumah seorang sahabat lama yang sekarang jadi tokoh di tuakan di daerahnya.
Sebelum dzuhur perjalanan di lanjutkan. sebelum memasuki kota Bangkinang, hujan turun dengan lebatnya. sambil menunggu hujan reda, singgah sebentar di sebuah desa sebelum kota Kuok. karena hari minggu adalah hari menjelang ramadhan, suasana sepanjang perjalanan begitu ramai dan meriah.
Begitu hujan agak redah, jalanan kembali ramai oleh hilir mudik kendaraan warga yang hendak silaturahim maupun yang hendak mengikuti acara menyambut ramadhan yaitu mandi balimau kasai.
Karena padatnya kendaraan, ditambah suasana meriah dan ramai seperti hendak lebaran,setelah kota Bangkinang (kampar) seharusnya belok kanan lewat simpang Tibun menuju kebun durian. ternyata simpangnya terlewat lumayan jauh, terpaksa balik arah kembali.
Lewat jalan pintas malah tersesat.
Akhirnya pertolongan ALLAH datang juga. di tengah kegelapan malam,saat semua orang sudah terlelap untuk mempersiapkan sahur hari pertama ramadhan, saya beranikan diri mengetuk pintu sebuah rumah warga yang letaknya paling ujung di sebuah perkampungan.
Awalnya ragu, maklum sudah tengah malam dan tempatnya sepi di pelosok desa. tapi ALLAH memang maha penyayang pada hamba-NYA. di saat harapan terasa hampir sirna, ternyata tuan rumah adalah orang yang baik budinya dan ramah tamah. tidak kenal tidak pernah jumpa, begitu pintu di buka malah langsung mempersilahkan masuk ke rumah.
Saya dan anak di perlakukan bak saudara kandung yang sudah lama tidak pernah jumpa. hidangan disediakan, menginap pun ditawarkan. ketika saya berkeras hendak tetap melanjutkan perjalanan, mereka sekeluarga dengan ikhlas menawarkan diri untuk mengantarkan sampai ke jalan besar lintas barat sumatera.
Ikhlas tanpa pamrih
Di zaman yang manusianya selalu memperhitungkan segala sesuatunya dengan untung-rugi ini, masih ada orang-orang yang dengan ikhlas dan tanpa pamrih mau menolong orang lain yang tersesat dan kesulitan.benar-benar suatu pengalaman yang luar biasa bagai saya pribadi.
Ketika orang zaman sekarang lebih gampang menaruh curiga daripada rasa iba, di saat mausia modern menganggap sebuah pertolongan harus diperhitungkan sebagai jasa yang harus di ukur dengan upah, keluarga yang menolong saya ini benar-benar menunjukan watak asli bangsa Indonesia. ikhlas, ringan tangan, berprasangka baik, dan tanpa pamrih memberi pertolongan. sesuatu yang sangat luar biasa.
Semoga ada manfaatnya kisah ini bagi kita semua. minimal bisa membangkitkan kembali rasa persaudaraan dan rasa tolong-menolong sesama manusia.
Salam persaudaraan.
*Artikel ini saya tulis di awal ramadan, tapi baru hari ini bisa saya rampungkan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H