Ku angkat tinggi tinggi sebilah parang panjang di tanganku.cahaya berkilau dari bilah parang tertimpa matahari
"Bedebah.berani kau mencoreng arang hitam di wajah keluargaku".dengus napas dan emosiku telah menyatu,darah telah naik ke ubun ubunku.
"Jangan kang....jangan kau lakukan"tak ku pedulikan lagi teriakan yang bercampur isakan tangis istriku.
"Kau telah lancang,anak muda.aku kang marakara tidak akan pernah memaafkanmu".
Ku kumpulkan seluruh kekutan nafsu dan amarahku.ku ayunkan kuat parang siap membelah tubuh durjana di depanku.
"Bapak....jangan"ku dengar teriakan.suara teriakan dari seorang anak gadis yang paling ku sayangi
Seketikah luruh seluruh persendianku,gemetar hebat tanganku.
"Bapak,tolong hentikan.apakah bapak akan menambah luka dan penderitaan di hatiku"? "Cukup aku yang menanggung derita ini,bapak"
Ku pandang sekilas wajah ayu anak gadisku.wajah yang kini basah oleh tetesan air mata penderitaan.
Jatuh berdentang parang dari tanganku.seakan mewakili hancurnya harapan dalam hidupku.
   "Enyah kau bedebah"sentaku.aku kang marakara, lelaki sejati yang pantang menjilat ludahnya sendiri,kini bagaikan pecundang.
Ku pandangi dua wanita yang sangat ku kasihi di depanku.ku peluk mereka,ku satukan air mata penderitaan bersama.
Apakah aku lelaki sejati.....apakah aku ayah yang berguna.....apakah aku suami yang baik.....entahlah.
Nb:terkusus ku tulis untuk dua orang cucuku yang tersayang.Akbar dan Ira.rindu selalu
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H