Kebijakan Grand Strategy Amerika Serikat
Sudah sejak akhir perang dunia II negara yang terbentuk karena peran imigran di dalamnya yang memiliki suku asli yaitu suku Indian, Amerika Serikat telah menjadi negara yang sangat berpengaruh terhadap banyak pertumbuhan ekonomi maupun teknologi bagi negara lain. Amerika Serikat sangat dikenal dengan ambisi nya dalam mencampuri dapur negara lain agar dapat menyebarkan hegemoni nya di berbagai regional kawasan di dunia. Bahkan terbentuk nya sebuah organisasi PBB atau United Nations (UN) tidak lepas dari campur tangan Amerika Serikat di dalamnya. Kita bisa bilang jika semua hamper semua improvisasi baik di dunia pendidikan maupun teknologi hingga perdagangan telah disokong oleh modal yang dipinjamkan oleh negara federal presidential tersebut.
Di bidang ketahanan dan pertahanan, pada masa kepemimpinan Donald Trump mengeluarkan sebuah kebijakan yang menjadi alat penggerak dari salah satu pendekatan kebijakan luar negeri mereka yaitu Grand Strategy. Contoh dari program yang dikeluarkan oleh Trump melalui Grand Strategy ini adalah keterlibatan Amerika Serikat dalam menghalau dominasi China di wilayah Asia Timur untuk membantu Jepang dan Korea Selatan melalui dukungan militer. Aliansi Amerika Serikat dengan Korea Selatan sudah terbangun sejak tahun 1950 ketika saat itu konflik semenanjung Korea terbagi menjadi dua bagian di sisi utara di duduki oleh Rusia dan di sebelah selatan di duduki oleh Amerika Serikat.
Aliansi yang terbentuk diantara Korea Selatan dengan Amerika Serikat terlihat sangat mesra dimana pada akhir bulan Februari sampai April 2012 kedua negara mengadakan latihan militer gabungan yang mengaktualisasi sekitar 2.000 prajurit AS ditambah 800 personel lainnya. Latihan milter tersebut difungsikan untuk mengikuti program latihan gabungan tahunan yang terintegrasi dengan sebuah kode aliansi yang dinamakan oleh Key Resolve. Key Resolve ini berfungsi untuk menampung kekuatan militer dalam mewujudkan program Grand Strategy tersebut, karena setiap pemimpin Republik yang memimpin AS akan selalu mengeluarkan kebijakan luar negeri yang cenderung represif dan melawan dengan kekuatan militer. Contoh lainnya adalah yang baru-baru ini terjadi yaitu negara Paman Sam tersebut secara tidak resmi menjadi aktor yang terlibat dalam perang Rusia-Ukraina melalui fasilitas yang diberikan pada Ukraina dengan sejumlah pasokan persenjataan yang modern.
Definisi Kebijakan Grand Strategy Dan Jenis-Jenis Pendekatan Politik Luar Negeri AS
Dengan segala kontribusi yang dilakukan oleh AS bagi kebijakan luar negeri bagi Korea Selatan, maka kita bisa bilang bahwa Grand Strategy merupakan program yang sangat penting bagi AS. Grand Strategy di definisikan sebagai cara dari Amerika Serikat dalam mengisolasikan kekuatan yang dimiliki nya untuk berfokus pada sesuatu hal yang dapat mempertahankan serta menghantarkan AS pada kepentingan nasionalnya seperti memberi pengaruh nya pada Korea Selatan sebagai negara yang dapat dikendalikan dalam penyebaran ideology liberal serta demokrasi untuk melawan rezim komunis dan otoriter China. Program Grand Strategy ini erat kaitannya dengan pendekatan kebijakan luar negeri yang berpilar di sistem pemerintahan Amerika Serikat. Ada beberapa pendekatan seperti selective engagement, containment, dan preemption. Dan program ini termasuk pada cara pendekatan selective engagement.
Definisi Selevtive Engagement Dan Bagaimana Pendekatan Ini Berjalan
Selective engagement adalah sebuah pendekatan yang mengintegrasikan kekuatan militer Amerika Serikat pada suatu aliansi militer yang berguna untuk melindungi kepentingan nasional AS khususnya dalam agenda menjadi negara hegemon di seluruh regional politik. Pendekatan ini memungkinkan sebuah negara di kawasan politik strategis akan menjadi titik kendali atas penyebaran pengaruh AS. Hal ini disebabkan karena Amerika Serikat tidak mau tersaingi sejak dahulu oleh siapa pun termasuk pada China yang saat ini mencoba merangsek pengaruh nya pada banyak negara.
Berpedoman pada National Security Strategy of the United States, "We must concentrate American engagement on strengthening transnational institutions and charging the collaborative action that can serve common interests similar as combating violent unreasonableness; stopping the spread of nuclear munitions and securing nuclear accouterments; achieving balanced and sustainable profitable growth; and forging collaborative results to the trouble of climate change, fortified conflict, and epidemic disease. The starting point for that collaborative action will be our engagement with other countries."(NSS 2010). Maka dapat dikatakan Amerika Serikat tidak berfokus pada campur tangan secara langsung dengan berbagai konflik namun hadir sebagai fasilitator persenjataan dan sumber daya untuk menyelipkan pengaruh hegemon nya. Selain itu, Amerika Serikat melalui kebijakan ini hanya mengurusi negara yang dianggap penting saja seperti Korea Selatan, Israel dan Filipina.
Program Grand Strategy sangat popular ketika dibawakan oleh Donald Trump karena Trump merupakan seorang Republican yang cenderung konservatif dan berorientasi pada misi menunjukkan hard power dan program ini masuk ke dalamnya. Mantan presiden ke-45 tersebut menggabungkan prinsip neo-isolasionisme dan selective engagement. Neo-isolasionisme dapat di definisikan sebagai konsep mengenai pemfokusan sebuah urusan negara pada hal yang bersifat domestic saja. Hal ini juga termasuk pada kebijakan yang sangat kontroversial yaitu Travel Ban. Â
Travel Ban merupakan bentuk dari proteksionisme Amerika Serikat dalam melindungi kesejahteraan warga negara nya di antara banyak nya imigran yang datang dari luar. Isu imigran yang selalu di angkat oleh Donald Trump sejak masa kampanye hingga menjabat sebagai presiden adalah penyaringan dan penolakan imigran yang berasal dari negara-negara bermayoritas muslim yang masuk baik bekerja secara legaln maupun illegal dan kelompok imigran yang mencari sebuah tempat perlindungan dan keamanan karena di negara asalnya mereka tidak mendapatkan hal itu. Fear mongering dan diskriminasi yang dilakukan oleh Trump terbukti menambah kasus baru yaitu pelanggaran HAM, xenophobia dan islamophobia. Terlebih ketika Amerika Serikat menerapkan white supremacy, dimana orang berkulit putih dinilai lebih istimewa jika dibandingkan dengan jenis kulit lain. Â
Dan ini lah cara kerja dari pendekatan selective engagement yaitu dengan melakukan perlindungan terhadap kepentingan nasional di bawah keselamatan warga negara serta memberi rasa aman bagi warga nya dengan cara mengeluarkan kebijakan Travel Ban. Selain Travel Ban, kebijakan Border Security And Imigrations Enforcement Improvement merupakan kebijakan yang diambil oleh Trump untuk melindungi warga AS dari ancaman trans-nasional yang ditimbulkan oleh imigran illegal.
Dapat disimpulkan bahwa program Grand Strategy merupakan cara Amerika Serikat dalam melakukan proteksionisme terhadap kepentingan nasional AS dan mempersempit lingkup keterlibatannya secara langsung melainkan hanya menjadi fasilitator dalam mewujudkan keamanan nasional yang terjaga dan stabil tanpa mengurangi eksistensi hegemonisasi Amerika Serikat bagi banyak negara di dunia.
Sumber :
- Couser Hero. American Government. https://www.coursehero.com/study-guides/americangovernment/approaches-to-foreign-policy/
- Alikhani, A. A., & Gharedaghi, A. A. (2017). Muslims in America: Identity Dilemma and the Islamic Fundamentals of Coexistence. Journal of Islamic Studies and Culture, 5(2), 13--27. https://doi.org/10.15640/jisc.v5n2a2
- Authenticated U.S Government Information. https://www.govinfo.gov/content/pkg/CDOC-108hdoc94/pdf/CDOC-108hdoc94.pdf
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H