Mohon tunggu...
M Kanedi
M Kanedi Mohon Tunggu... pegawai negeri -

Hanya sebutir debu semesta

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Zaskia Gotik, Korban Eforia Reformasi

20 Maret 2016   21:51 Diperbarui: 20 Maret 2016   23:09 295
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pengacara Zaskia Gotik, Sunan Kalijaga, menyatakan ke publik, Sabtu (19/3),  bahwa kliennya tidak hapal teks Pancasila, bahkan tidak tahu Lambang Pancasila (DI SINI). Pertanyaannya: Benarkah separah itu ketidaktahuan seorang Zaskia Gotik mengenai simbol negara tempat dia dilahirkan dan dibesarkan ini? Untuk menilai benar tidaknya pernyataan si pengacara, kita bisa menelaahnya melalui  biografi Zaskia (Di SINI).

Mustahil Tidak Pernah Belajar Pancasila

Zaskia Gotik  lahir tanggal 27 April 1990, di Bekasi dengan nama Surkianih. Itu artinya pada tahun 1998, saat mata pelajaran PMP (Pendidikan Moral Pancasila) dihapus dari kurikulum sekolah sebagai dampak dari tumbangnya rezim Orde Baru, Zaskia sudah duduk di Kelas 2 atau 3 SD.

Sebagaimana di ketahui  pada masa itu PMP adalah mata pelajaran wajib nasional, bahkan sudah dikenalkan sejak di bangku Taman Kanak-kanak (TK). Setiap hari senin, semua sekolah melaksanakan upacara bendera dimana Teks Pancasila pasti dibacakan.

Jadi, mengingat model pendidikan yang berlaku pada masa itu dan mengingat usia dan kelas yang sudah diduduki Zaskia, bisa dipatikan pengakuan yang bresangkutan tidak pernah belajar Pancasila, sebagaimana diungkapkan sang pengacara, adalah pernyataan bohong.

Pernyataan tersebut tidak lebih dari sebuah siasat agar kliennya mendapat ‘pengampunan’. Pembenarannya, karena yang bersangkutan tidak tahu/tidak mengerti apa implikasi dari perkataan atau tindakan yang telah dia lakukan maka kesalahan orang tersebut bisa dimaklumi dan dimaafkan.

Korban Eforia Pergantian Rezim

Sebagaimana diketahui, bersamaan dengan tumbangnya rezim Orde Baru pimpinan Soeharto tahun 1998, semua hal yang bertemali dengan simbol-simbol kekuasaan Orde Baru dihapus atau dibubarkan. Salah satu lembaga yang segera dibubarkan adalah Badan Pembina Pendidikan Pelaksanaan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (BP7). Berikutnya, tentu saja, adalah semua konten (materi) yang berkaitan dengan misi BP7 yang turut dihapus yakni Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4).

Tidak cukup sampai di situ kurikulum pendidikan dasar, menengah, hingga tinggi pun di ubah. Diantara  materi ajar yang wajib ada pada masa Orba yaitu PMP (Pendidikan Moral Pancasila) untuk jenjang pendidikan dasar dan menengah,  serta Pendidikan Pancasila  dan Kewiraan untuk jenjang pendidikan tinggi, semua dihapus. Alasannya sederhana, lewat materi-materi ajar itulah rezim Soeharto sukses mencengkram republik ini di bawah kekuasaannya.

Kembali ke Zaskia Gotik. Kalaulah dalam periode 1996-1998  Zaskia sudah berkenalan  dengan PMP (ini pasti), tetapi karena setelah itu PMP dihapus boleh jadi memori teks Pancasila di benak Zaskia sudah terhapus. Penghapusan itu semakin parah karena ternyata yang bersangkutan sudah sibuk bergelut dengan profesi dangdutnya ketimbang pendidikan sehingga SMP pun tidak  sempat ditamatkannya. Karena pendeknya masa sekolah yang dijalani dan kesibukannya menjalani aktivitas seni, wajar bila kemudian yang bersangkutan tidak ingat, tidak paham, bahkan tidak terlalu peduli dengan berbagai konsep berbangsa dan bernegara di republik ini.

Pertanyaannya, seberapa banyak orang di  negeri ini dengan pemahaman terhadap konsep-konsep kenegaraan sedangkal Surkianih? Rasanya, terlalu banyak contoh untuk dikemukakan. Bukan hanya di kalangan rakyat kecil, di kalangan elit pun, dangkalnya pengetahuan dan wawasan kebangsaan itu terlihat. Simak saja apa yang pernah kita dengar tentang munculnya perda-perda yang mengabaikan kemajemukan, meskipun di daerah tersebut penduduknya nyata-nyata terdiri atas beragam etnis dan agama.  

Terima Kasih, Zaskia!

Sekarang, setelah 18 tahun BP7 dibubarkan, P4 dan PMP dihapus, mengapa kita menjadi sensitif dan sentimentil ketika menghadapi ulah sebagian warga yang, karena ketidaktahuannya atau tanpa sengaja, terkesan merendahkan simbol-simbol negara? Tidak lain, karena alam bawah sadar kita mengakui bahwa simbol-simbol negara adalah bagian dari jati diri dan martabat sebuah bangsa.

Untuk itulah orang-orang yang merasa bahwa jati diri dan martabat bangsa ini perlu dihormati, dijaga, dan dijunjung tinggi, perlu berterima kasih kepada Zaskia Gotik. Berkat frasa “bebek nungging” yang konyol itu kita semua tersadar. Sadar bahwa ada sesuatu yang salah dengan sistem pendidikan karakter bangsa ini.

Salam Kompasiana

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun