“Saya terharu” kata Rizal dalam pernyataan pers pasca dilantik sebagai Menko Kemaritiman “mendengar kata-kata Jokowi bahwa permintaan bergabung dalam kabinet ini bukan permintaan Jokowi, tetapi permintaan rakyat.”
Boleh jadi saat meminta kesediaan Rizal, Jokowi sudah memberi masukan tentang apa-apa saja kebijakan pemerintah yang telah dia setujui gagasannya tetapi tidak dengan teknisnya. Boleh jadi Jokowi sudah mencium gelagat yang kurang menguntungkan negara jika teknis pengadaan listrik dan pesawat tadi dibiarkan seperti yang sedang berkembang.
Tetapi sebagai pimpinan kabinet dia tidak mungkin dan tidak boleh sentimentil dengan mengedepankan suara hati. Melainkan harus pragmatis dan terukur. Untuk menyuarakan suara hatinya itu Jokowi perlu sosok yang kompeten, berintegritas, paham persoalan dan berani.
Bahwa pengadaan listrik dan pesawat itu penting bagi perekonomian bangsa semua orang setuju. Tetapi kapan, oleh siapa, dan bagaimana melakukannya haruslah benar-benar tepat. Jika salah maka proyek yang berskala mega itu justru dapat merugikan rakyat.
Jika amatan penulis pinggir jalan yang masih hijau seperti saya ini benar, maka suara Rizal adalah suara Jokowi. Karena suara Jokowi adalah suara rakyat, maka suara Rizal adalah suara rakyat juga. Kalau amatan ini salah, maka Rizal pantas di salahkan. Pantas disebut sebaagi tukang buat gaduh, tidak etis, dan tidak disiplin.
Salam Kompasiana
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H