Lagi-lagi Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sebagai presiden membuat pernyataan yang tidak menggambarkan kapasitas sebagai seorang kepala pemerintahan. Bayangkan, di tengah peristiwa kerusuhan Lampung Selatan yang menewaskan belasan orang, meluluh-lantakkan ratusan bangunan mulai dari rumah penduduk, pertokoan, dan gedung sekolah sang presiden hanya menyampaikan pesan (bukan perintah!) "Saya serukan semua pihak peduli dan bekerja sama, jangan hanya diserahkan kepada TNI/Polri".
Presidenlah yang tak peduli
Yang lebih membuat sedih, himbauan itu disampaikan SBY saat menunggu boarding ke pesawat menjelang keberangkatannya ke Inggris di Bandara Halim Perdanakusumah, Selasa 30/10/2012.
Dengan cara seperti itu jelas menggambarkan betapa SBY menganggap persoalan konflik horizontal antar kampung, antar suku, antar agama di wilayah NKRI ini, khususnya yang terjadi di Lampung, sebagai hal yang tidak terlalu penting.
Sebagai seorang presiden yang mestinya brtanggung jawab terhadap keutuhan negara secara geososiologis, sungguh sikap dan tindakan SBY sangat mengecewakan. Bandingkan dengan Barrack Obama, presiden Amerika Serikat itu membatalkan seluruh kunjungannya ke luar negeri hanya karena terjadi kecelakaan anjungan minyak British Petroleum di Teluk Mesiko medio 2010 silam.
Bukankah situasi krisis kemanusiaan (seperti kerusuhan berdarah di Lampung) bagi seorang kepala negara/kepala pemerintahan, di mana pun di dunia ini, sudah cukup menjadikan dirinya terbebani secara lahir dan bathin? Dan, karenanya seorang kepala pemerintahan di banyak negara beradab merasa pantas untuk menjadikan peristiwa semacam itu sebagai prrioritas untuk ditangani?
SBY tampaknya lebih menghargai jadwal kunjungan ke Inggris ketimbang nyawa anak bangsanya sendiri. Padahal, Inggris adalah salah satu bangsa paling beradab di dunia. Tentunya mereka akan sangat mengerti bila kita menunda kunjungan jika alasan kemanusiaan (fakta) dijadikan dasarnya.
Dengan berucap dan bersikap seperti itu, SBY tanpa disadarinya telah memberi contoh buruk tentang makna kepedulian. SBY hanya bisa menghimbau orang lain, sementara dirinya yang seharusnya memiliki tingkat kepeduian tertinggi terhadap persoalan rakyatnya justru terkesan menghindar.
Jika selalu begini sikap seorang presiden, lalu apa bedanya dengan para pengamat kacangan model saya? Bukankah pesan/himbauan SBY di Bandara Halim itu sudah ratusan bahkan ribuan banyaknya menghiasi kolom surat kabar, artikel dan komentar di jejaring sosial?
Ketegasan TNI/Polri mutlak perlu
Jika kedewasaan dan kebijaksanaan tokoh masyarakat bisa menjadi ujung tombak peredam emosi masyarakat, maka kerusuhan di republic ini tidak akan pernah terjadi. Faktanya, di banyak kasus kerusuhan antar kelompok di wilayah NKRI selama era reformasi ini justru diprovokasi oleh orang-orang yang dituakan atau ditokohkan oleh masyarakatnya.
Tanpa komando orang-orang yang memiliki kredibiltas (kharisma dan kepemimpinan) yang cukup meyakinkan mobilisasi massa bukan perkara mudah. Terlebih jika para tokoh justru mencegahnya, maka dapat dipastikan aksi "perang" antara etnis tidak akan terjadi.
Satu-satunya cara tepat mencegah dan menanggulangi konflik horizontal adalah ketegasan pemerintah. TNI/Polri adalah instrument negara/pemerintah yang harus mengambil peran proaktif. Bila dibiarkan kerusuhan-kerusan seperti yang terjadi di Lampung bisa terjadi di daerah lain dan akan selalu berulang. JIka kecenderungan itu meluas maka negeri ini akan terkoyak. Boleh jadi NKRI tak akan pernah merayakan hari jadinya yang ke-100.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H