Mohon tunggu...
M Kanedi
M Kanedi Mohon Tunggu... pegawai negeri -

Hanya sebutir debu semesta

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Hasyim Muzadi: Jangan Tepuk Pantat Orang Arab

2 September 2012   16:11 Diperbarui: 25 Juni 2015   01:00 2119
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_210094" align="aligncenter" width="500" caption="Ilustrasi/Admin (Shutterstock)"][/caption]

Bukan pentolan NU namanya jika tak menyelipkan gurauan segar dalam setiap ceramahnya. Ciri khas itu pula yang diperlihatkan mantan Ketua Umum PBNU (1999-2009), K.H. Hasyim Muzadi, saat berceramah membahas “Islam dan Nasionalisme” dalam “Damai Indonesiaku” yang ditayangkan TV One Minggu 2 September 2012.

Nasionalisme, kata Cak Hasyim, sama sekali tidak berseberangan dengan Islam. Keduanya sama-sama melihat dan mengakui kemajemukan sebagai sebuah keniscayaan.

Untuk memperjelas maksudnya Cak Hasyim, seperti biasanya, memberikan beberapa contoh. “Orang barat” kata Cak Hasyim “tidak akan marah jika kepalanya di sentuh orang, tetapi jangan lakukan (menyentuh kepala) itu pada orang Indonesia”.

Cak Hasyim memberi contoh lainnya. “Pria Arab,” kata pria kelahiran 1944 itu “justru merasa senang jika jenggotnya di elus-elus orang, tetapi jangan pernah menepuk pantatnya”.

“Jika itu (tepuk pantat) dilakukan pasti terjadi perkelahian. Mengapa? Karena di situlah (pantat) ‘mesin’ (harga diri) mereka” papar Cak Hasyim yang disambut gelak tawa audience-nya.

Esensi cermah K.H. Hasyim Muzadi adalah mengingatkan umat dan elit Islam Indonesia untuk menyadari bahwa jika Al Quran dipahami dengan pikiran jernih maka sesungguhnya tidak ada ruang bagi upaya penyeragaman manusia dalam satu keyakinan.

Di dalam Al Quran tegas disebut adanya golongan mukmin, kafirin, dan musyrikin. Mengapa disebut? Karena, golongan-golongan itu memang ada dan selalu akan ada. Jika di dunia ini hanya ada golongan mukmin saja, tidak ditemukan lagi golongan-golongan lainnya, berarti Al Quran bohong.

Juga, lanjut Cak Hasyim, jika semua orang sudah beriman dan sholeh semua maka masjid, dakwah, dan pengajian-pengajian tidak lagi diperlukan.

Dalam konteks Indonesia hari ini, pandangan-pandangan K.H. Hasyim Muzadi itu sungguh merupakan (ibarat) oase di tengah gurun pasir, menyejukkan dan melegakan. Sayangnya, tidak semua elit Muslim di republik ini sepemahaman dengan beliau.

Kasus penyerangan terhadap penganut Shiah di Sampang merupakan bukti bahwa betapa mudahnya umat Islam akar rumput terhasut oleh isu-isu kemajemukan keyakinan.

Boleh jadi pandangan kiyai yang pernah menjabat Ketua Umum PBNU dua periode itu tak sepenuhnya dipahami oleh umat, sehingga sulit mengakar kuat di tubuh NU—yang mayoritas penganut Islam Sunni—sekali pun.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun