Mohon tunggu...
M Kanedi
M Kanedi Mohon Tunggu... pegawai negeri -

Hanya sebutir debu semesta

Selanjutnya

Tutup

Politik

Koalisi untuk Foke=Cek Kosong, Waspadalah!

12 Agustus 2012   16:53 Diperbarui: 25 Juni 2015   01:53 661
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sudah menjadi rahasia umum bahwa pilkada di Indonesia banyak yang tidak bebas dari konflik. Itu terlihat dari banyaknya pilkada yang berujung pada sengketa. Sengketa umumnya terkait dengan dugaan adanya kecurangan dalam pelaksanaannya, mulai dari isu politik uang hingga ke isu manipulasi dalam penghitungan suara.

Untuk pilkada yang berjalan mulus pun, tidak berakhir di palu MK, isu kecurangan tetap sering mencuat ditandai dengan banyaknya unjuk rasa  pihak-pihak yang kalah memprotes hasilnya.  Jika demikian keadaannya, maka sesungguhnya kecurangan dalam pilkada di tanah air boleh disebut sebagai keniscyaan.

Hanya saja, mulus atau tidaknya, terungkap atau tidaknya,  kecurangan itu lebih ditentukan oleh masalah teknis, bukan  oleh ukuran-ukuran moral/kesadaran.

Secara teknis, kecurangan akan semakin sulit terungkap, jika ada unsur pembenar kecurangan tadi. Salah satu unsur penutup (pembenar) kecurangan adalah unsur  formal. Dalam politik, dukungan resmi sebuah parpol terhadap seseorang atau parpol lain bisa berfungsi sebagai  unsur formal tadi.

Dalam kontkes Pilgub DKI, Foke secara resmi mendapat dukungan dari parpol-parpol besar seperti Golkar, PPP, dan PKS.  Makna politisnya, Foke secara logis-fromal  akan mendapat dukungan dari kader dan simpatisan parpol-parpol tersebut.

Jika kemudian Foke menang dalam pilgub putaran kedua, maka  hal itu bukanlah sesuatu yang mengagetkan. Sebab,  secara logis dan formal jumlah suara loyalis parpol-parpol tersebut memang cukup signifikan  memenangkan Foke.

Hitungannya, di putaran pertama Foke-Nara sudah mengantongi 34,05% suara. Bila ditambah suara Alex-Nono yang diusung Golkar dan PPP (4,6%) dan suara Hidayat-Didik yang diusung PKS (11,72%) maka jumlah total yang akan diraih Foke adalah 50,37%.

Kalaulah nanti terjadi kecurangan dalam proses pemungutan dan penghitungan suara, maka kecurangan itu akan tertutupi oleh dukungan (fakta) formal partai-partai besar tadi.  Maka kalimat yang akan terdengar adalah: “Wajar dong Foke menang, dia kan didukung oleh koalisi partai-partai besar”

Di sinilah dukungan resmi para elit parpol terhadap seorang calon bisa berfungsi sebagai cek kosong. Cek kosong yang bisa memberi peluang untuk terjadinya kecurangan yang rapih.

Mengingat dunia politik adalah dua abu-abu, sementara pelakunya banyak yang berwatak bunglon, maka kemungkinan kecurangan dalam sebuah hajatan demokrasi sama-sekali tidak boleh diabaikan. Semua pihak yang peduli dengan kehidupan demokrasi yang sehat, terutama Panwaslu, hendaklah waspada menyikapi aksi dukung-mendukung  yang dilakukan elit parpol terhadap calon pemimpin.

Semoga moral tetap menjadi pijakan pelaksanaan pilgub DKI Jakarta putaran kedua.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun