Badar Kaget
Saat pelayan menghidangkan kopi susu, si pelayan ditanya oleh Badar. “Rendang tadi itu daging sapi dari mana ya Mas, apa daging sapi impor dari Australia?” tanya Badar.
“Kenapa pak, apa ada yang salah?” tanya pelayan.
“Bukan begitu Mas, rasanya luar biasa lezatanya jika dibandingkan dengan rendang yang biasa saya jumpai di berbagai restoran di Indonesia ini” kata Badar.
“Oh, syukurlah kalo anda puas, itu kehomata bagi kami” kata pelayan. “Itu tadi bukan daging sapi Pak, sapi terlalu mahal buat orang sini, tapi daging babi” kata pelayan tadi menjelaskan.
“Haah.. bab..!” Badar kaget. Saking kagetnya saat mulutnya menyebut ‘bab’ itu tusuk gigi yang sedang dimain-mainkannya dengan bibir seketika melesat bak anak panah keluar dari mulutnya.
Tetapi, Badar langsung bisa mengendalikan dirinya dia tidak mau membuat gaduh dengan protes.
“Lho,bukannya ini restoran Padang” tanya Badar heran, kok restoran Padang menyediakan rendang daging babi.
“Betul Bapak, restoran ini namanya RESTORAN PADANG DATAR, di ambil dari nama kampung pemilik restoran ini, yaitu Kampung Padang Datar” kata pelayan menjelaskan.
“Jadi bukan restoran Padang yang dimiliki orang Minang?” tanya Badar.
“Bukan, Bapak. Restoran Padang yang Bapak maksudkan itu di kota ini hanya ada 4 buah. Yang terdekat dari sini harus ditempuh dengan dua kali naik angkot” kata pelayan sambil menunjukkan arahnya.
Sadarlah Badar bahwa dia tidak teliti membaca nama RESTORAN PADANG DATAR akibat sudah terlalu lapar. Ada rasa menyesal dalam hati Badar karena telah mengkonsumsi makanan yang diharamkan agamanya.
“Ahh, gak perlu kupikirkan lagi yang sudah terjadi” bisik hati Badar menenangkan diri. Dia ingat ceramah Ustad Sodik pada satu acara pengajian, bahwa memakan barang haram yang (terlanjur) tidak diketahui sebelumnya atau untuk tujuan penyelamatan nyawa bukanlah suatu dosa.