Mohon tunggu...
Zaki Iskandar
Zaki Iskandar Mohon Tunggu... Auditor - YNWA!

YNWA!

Selanjutnya

Tutup

Politik

T.R.U.M.P. Tak Ragu untuk Menghina Pesaing

29 Februari 2016   09:26 Diperbarui: 7 November 2020   16:48 169
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Donald Trump semakin terlihat menonjol dalam perebutan nominasi calon presiden Amerika Serikat dari Partai Republik. Dia juga berstatus kandidat unggulan untuk ”Super Tuesday” besok. Timbul pertanyaan, akan seperti apakah cara berkampanyenya jika terpilih sebagai calon presiden dari Grand Old Party itu? Atau bagaimana tabiatnya kelak apabila memenangkan pemilihan presiden tahun 2016 ini?

Menggunjingkan Mr. Trump bagaikan mengobarkan perang gosip dengan stok amunisi berlimpah ruah yang disimpan di sumur tak berdasar. Amat banyak momen kontroversial yang dibuat sepanjang hidupnya. Tak pelak hal tersebut memunculkan kekhawatiran tertentu di benak banyak orang.

Mulut Ember

Peristiwa terakhir terkait pengusaha properti tajir itu adalah tatkala dia menghina saingannya, Marco Rubio, dengan kasar dan sadis. Berpidato di depan para pendukungnya di Texas, terlihat sangat jelas di layar televisi bagaimana Trump menyerang Rubio secara terbuka dan membuat bahasa tubuh yang menirukan mimik Senator Florida itu ketika tergagap dalam menanggapi sebuah kebijakan pemerintahan Presiden Obama.

Seperti tak puas dalam mempermalukan sang kompetitor, karib Setya Novanto ini lalu mengambil sebotol minuman, menenggaknya sembari tetap mengoceh, membuang-buang sebagian isi botol, dan berakhir dengan melemparkan botol tersebut sebagai perlambang bahwa Marco Rubio pantas untuk dicampakkan.

Trump bahkan tak segan-segan melabeli Rubio sebagai sosok yang menjijikkan. Rubio yang fasih berbahasa Spanyol ini menjadi target utama karena dia disebut-sebut semakin mengancam posisi Trump. “He’s nasty!” teriaknya.

Sungguh bukan perilaku yang santun di mata penonton Indonesia, tapi relatif wajar di Amerika sana. Meneguhkan bahwa negeri Paman Sam itu identik dengan kebebasan dimana seseorang konon bebas mengolok-olok orang lain semaunya. Barangkali rakyat Amerika Serikat juga boleh memaki-maki presidennya sendiri, meskipun sedikit kalah keren jika dibandingkan dengan beberapa potong wilayah di bumi ini yang penduduknya justru diwajibkan untuk memaki-maki Presiden Amerika Serikat. Betapa normalnya planet ini….

Sumber: www.cnnindonesia.com/reuters/mike stone
Sumber: www.cnnindonesia.com/reuters/mike stone
Dukungan Berdatangan, It’s a Major Endorsement!

Anomali itu merupakan keniscayaan di sebuah dunia yang fana. Walaupun alasan yang melatarbelakanginya mungkin terkait dengan pragmatisme dan/atau oportunisme.

Apakah Donald Trump punya pendukung? Oh, tentu! Sangat banyak malahan. Lalu bagaimana bisa pribadi seperti itu bisa menuai banyak sokongan, bahkan ada yang datangnya dari seberang samudera? Hmm, jawabannya adalah… itu rahasia Tuhan. Sebagai zat yang Maha Adil, sejauh ini Tuhan telah mengizinkan milyaran orang tidak baik untuk bersatu meraih sebuah tujuan, dan milyaran orang baik yang tersisa diperkenankan untuk saling membantu sesamanya dalam kemuliaan.

Sekelompok orang dirumorkan telah mengipas-ngipasi Rudy Giuliani untuk mendukung Trump namun bekas Walikota New York itu mengaku belum siap. Tiba-tiba datang Gubernur New Jersey, Chris Christie, menyatakan dukungan untuk sang front runner. Sebuah kejutan!

Ketika kandidat lain, Ted “TrusTed” Cruz, dimintai komentarnya terkait langkah Christie tersebut, Senator Texas itu menjawabnya lumayan santai, “Nggak akan terlalu ngefek….

Ted Cruz pantas untuk percaya diri karena pihak yang berseberangan dengan Donald Trump jumlahnya juga tak kalah banyak. Sebut saja mantan Presiden Meksiko, Paus di Vatikan, dan jemaat muda Evangelis.

Dalam sebuah wawancara televisi untuk menanggapi ide Donald Trump yang ingin membangun sebuah tembok tinggi guna menghalangi arus imigran gelap dari selatan, Vicente Fox terlihat geram dan emosi. Sebaris kalimat yang mengandung “f-words” bahkan dia hadiahkan spesial untuk Trump. “I am not going to pay for that f***ing wall… bla-bla-bla….” semprotnya.

Si penerima hadiah pun nyengir kuda.

Sikap di luar dugaan datang dari Paus Fransiskus dan anak-anak muda penganut Evangelis yang relijius. Seperti mendapatkan ilham yang sama, mereka menganggap Donald Trump “bukan orang Kristen” sehubungan dengan beberapa pernyataannya yang terkesan rasis dan tidak berempati pada kemanusiaan.

Trump dengan gagah berani mencela balik Paus, mengabaikan potensi tertimpa kualat. Tapi ia tak sempat mengeluarkan sumpah serapah untuk generasi muda Amerika, yang telah terlebih dahulu lari menghambur ke pelukan Marco Rubio dan Ted Cruz.

Wahai Cinta, Datanglah!

Adalah fakta bahwa tidak setiap detik Donald Trump menabur bibit kebencian. Setidaknya pada ucapan yang keluar dari mulutnya. Sejatinya, dia juga senang menebar cinta.

“Saya cinta orang-orang Islam,” ujarnya suatu kali. “Saya cinta rakyat Meksiko!” tambahnya di lain waktu. Begitu banyak cinta yang datang dari dirinya, tapi… syarat dan ketentuan berlaku.

Donald Trump tinggal di rumah besar politik bernama Partai Republik. Sebuah wadah berpolitik bagi orang-orang yang dianggap berpikir konservatif, penuh kesantunan, dan penuh ketaatan terhadap norma susila dan norma agama. Namun apa yang telah dilakukannya?

Okelah, sekarang ini dia sedang berkonsentrasi untuk mengalahkan lawan-lawan satu partainya, sehingga menyerang mereka dengan membabi buta. Tapi sadarkah dia bahwa kebrutalan dan kekasarannya dalam berbicara bukan merupakan tontonan yang baik untuk publik, terlebih lagi anak-anak? Tak kurang seorang pemimpin Katolik sedunia dan generasi muda yang murni serta polos pun terpaksa mengkritiknya dengan teramat pedas. Dunia juga bisa dibilang bereaksi negatif terhadap caranya berkampanye. Jelas sekali ada yang salah dengan Donald Trump.

Jika Donald Trump terpilih sebagai calon presiden dari Partai Republik, sangat mungkin dia tetap mempertahankan gaya berkampanyenya saat ini. Akan semakin memperkuat imej kebebasan di Amerika Serikat, sekaligus juga bisa menambah buruk citra negara Paman Sam itu di mata dunia.

Dan apabila Donald Trump kelak memenangkan pemilihan presiden, maka mimpi buruk gajah GOP yang adigang-adigung-adiguna akan menghantui tidur banyak orang.

Hmm….

Awas kau, China!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun