Mohon tunggu...
Zaki Iskandar
Zaki Iskandar Mohon Tunggu... Auditor - YNWA!

YNWA!

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Pengalaman Mengurus IMB di Atas Tanah Girik/Belum Bersertifikat

29 November 2012   09:26 Diperbarui: 24 Juni 2015   20:29 6813
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_218919" align="aligncenter" width="558" caption="Gedung KPMPT Kab. Purbalingga (sumber gambar: kpptpurbalingga.com)"][/caption]

Terpincut konsep rumah kebun yang saya baca di sejumlah buku dan media, beberapa minggu belakangan ini saya cukup sibuk wara-wiri ke beberapa tempat untuk merealisasikan keinginan saya tersebut. Setelah lahan yang ideal tersedia, saya segera merencanakan beberapa hal agar mimpi indah itu dapat terwujud menjadi nyata.

Namun ada yang cukup mengganggu pikiran yaitu lahan pekarangan yang telah saya miliki tersebut ternyata belum disertifikasi. Dalam hati saya bertanya-tanya apakah status tanah yang belum bersertifikat itu kelak bisa menghalangi proses pembuatan Izin Mendirikan Bangunan (IMB). Saya pun mendatangi Kantor Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu Kabupaten Purbalingga untuk mencari informasi.

Dari penjelasan staf kantor yang beralamat di Jalan Mayjen Sungkono Km. 2, Kalimanah, Purbalingga, saya akhirnya mengetahui bahwa dalam proses mengurus IMB Rumah Tinggal di Kabupaten Purbalingga, seseorang yang memiliki sebidang tanah namun belum bersertifikat dimungkinkan untuk bisa memperoleh atau memiliki IMB. Tapi, sebelumnya sang pemilik haruslah telah memberitahukan pengalihan hak atas tanah tersebut kepada aparat desa atau kelurahan. Tujuannya, mungkin, agar pengalihan hak atas tanah itu tercatat dalam Buku Riwayat Kepemilikan Tanah, kemudian pihak aparat desa dapat melakukan balik nama Wajib Pajak pada SPPT PBB, lalu kas desa bisa bertambah gemuk melalui penerimaan palagara.

Palagara, menurut pemahaman saya, adalah pungutan resmi dari pemerintah desa kepada pembeli tanah yang besarnya sejumlah persentase tertentu dari nilai transaksi. Di wilayah Purbalingga, nilai palagara kurang lebih sebesar 2% dari harga tanah yang diperjualbelikan. Sekedar informasi, apabila Anda melakukan transaksi pembelian tanah dengan nilai tertentu di daerah saya, maka pada saat transaksi dilakukan, Anda akan “dikawal” oleh Pak Kades, Pak Sekdes, Pak Kaur Ini, Pak Kaur Itu, Pak Kadus A, Pak Kadus B, Pak RW, Pak RT, dan sejumlah aparat desa lainnya. Saya membayangkan, seandainya dijejerkan, maka beliau-beliau itu persis deretan karakter wayang di sebuah pentas wayang kulit.

Untuk itu, selain menyisihkan sejumlah uang guna membayar palagara tersebut, maka siapkanlah juga amplop sebanyak kurang lebih 30 pucuk dan sesuaikanlah isi amplopnya dengan “rantai makanan” alias kasta jabatan di daerah tersebut. Jika amplop untuk Pak Kades sama tebalnya dengan amplop Pak RT maka Anda harus siap mental mendengarkan beliau berdehem sampai 46 kali.

Balik maning maring leptop. Pulang dari KPMPT saya membawa satu set formulir permohonan IMB yang harus saya isi dengan lengkap. Untuk rencana pendirian bangunan rumah tinggal (non komersil), persyaratan yang wajib dilampirkan menurut formulir tersebut adalah fotokopi kartu identitas pemohon, fotokopi sertifikat tanah atas nama pemohon atau surat keterangan kepemilikan tanah dari kepala desa yang diketahui camat, dan gambar denah bangunan minimal 5 jenis penampakan (tampak muka, tampak samping, potongan A, potongan B, dll.).

Beberapa hari kemudian saya berkunjung ke kantor kepala desa di mana lokasi calon bangunan berada. Di sana saya bertemu dengan beberapa perangkat desa yang kebetulan masih kerabat sendiri. Saya pun menyampaikan maksud kedatangan dan tak butuh waktu lama untuk memperoleh apa yang saya inginkan. Ketika saya menanyakan berapa biaya administrasi atas layanan yang saya terima, seorang pejabat desa hanya menunjuk ke sebuah kotak sumbangan sebagai jawabannya. Saya melipat selembar uang dan memasukkan ke dalam kotak tersebut setelah sebelumnya memperlihatkan warna kertas uang itu.

Ada yang menggelikan saat saya menanyakan perihal IMB kepada aparat desa dan aparat kecamatan. Beberapa dari mereka terkesan kebingungan. Dugaan saya, mungkin karena masyarakat sangat jarang mengajukan permohonan IMB ketika hendak mendirikan sebuah bangunan, maka beliau-beliau itu lupa hal-ihwal prosedur pengurusan IMB. Jangan-jangan, ketika membangun rumah mereka, para birokrat di daerah saya.… Ah, sudahlah!

Persyaratan permohonan IMB telah lengkap dan saya segera menyampaikannya ke KPMPT. Berkas permohonan diterima oleh Mbak Ivan dan saya diharuskan membayar uang retribusi. Awalnya saya memprediksi akan membayar retribusi sejumlah sekian rupiah, namun ternyata saya hanya membayar kira-kira seperempatnya saja. Relatif sangat murah dan tidak memberatkan kantong.

Saya dijanjikan akan mendapat keputusan IMB dalam waktu 7 hari kerja. Namun tiba-tiba saya diberitahu bahwa saya harus melengkapi dua buah persyaratan lagi, yaitu fotokopi SPPT dan STTS PBB tahun terakhir serta Surat Keterangan Tanah Non Pertanian dari kepala desa. Setelah kembali melengkapi persyaratan yang kurang, beberapa hari kemudian saya mendapatkan piagam keputusan Kepala KPMPT Kabupaten Purbalingga dan sebuah papan keterangan pertanda permohonan IMB saya dikabulkan.

Ternyata eh ternyata mengurus permohonan IMB Rumah Tinggal di Kabupaten Purbalingga itu relatif sangat mudah dan murah. Pelayanan staf KPMPT pun sangat memuaskan (matur nuwun kepada Mbak Ivan cs.). Yang sedikit merepotkan mungkin ketika pemohon disyaratkan menyertakan gambar denah; untung saya bertemu dengan seseorang yang meskipun cukup berkompeten dan berpengalaman dalam dunia arsitektur namun bersedia dibayar di bawah harga standar. Alhamdulillah….

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun