Mohon tunggu...
Zaki Iskandar
Zaki Iskandar Mohon Tunggu... Auditor - YNWA!

YNWA!

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Rahasia Kecil Agar Jualanmu Selalu Laku

21 Desember 2011   02:01 Diperbarui: 25 Juni 2015   21:58 955
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_150856" align="aligncenter" width="760" caption="Simpang Lima dan Masjidnya (Sumber: maskurblog.wordpress) "][/caption]

Berbicara mengenai ”jatah” rezeki, konon Tuhan telah menyediakannya untuk dirimu, diri saya, dan setiap makhluk di dunia ini, dalam jumlah yang tiada terhingga. Bagi yang telah menemukan jalan menuju gudang rezeki dari Tuhan itu, bersegeralah untuk menjemputnya. Kalau bisa jangan sambil lenggang kangkung jalan kaki, tapi sebaiknya dengan berlari! Sedangkan bagi yang belum menemukan jalannya, tetaplah berusaha keras dan berdoa.

Rahasia kecil yang akan saya ungkapkan dalam tulisan ini sebenarnya lebih saya jadikan sebagai nasihat sekaligus peringatan untuk diri pribadi. Saya tergerak untuk melakukan semua ini karena terpicu oleh sedikit rasa kecewa yang saya rasakan ketika beberapa hari yang lalu membeli sebuah jajanan. Saat itu, dalam posisi saya sebagai konsumen, saya menganggap sang penjual telah bersikap ”menjauhi standar pelayanan yang baik”. Saya akan memberikan tiga contoh pengalaman yang langsung saya saksikan atau saya alami sendiri terkait hal tersebut.

Pengalaman pertama saya alami ketika saya dan teman-teman berramai-ramai makan bakso di sebuah kedai di Kota Banjarmasin. Kedai bakso tersebut mungkin yang paling besar dan paling ramai di kota seribu sungai itu. Pengunjung yang datang saat itu sangat banyak jumlahnya dan saya perhatikan para karyawan kedai tersebut cukup kewalahan melayani. Di tengah-tengah keriuhan suasana, saya lihat ada seseorang yang saya yakin adalah pemilik kedai, berdiri cukup santai tanpa banyak melakukan sesuatu untuk membantu anak buahnya. Saya teringat saat itu salah seorang di antara kami memanggil sang bos untuk melayani kami yang ingin menambah porsi bakso. Apa yang terjadi? Sang pemilik yang bossy malah mempertontonkan tampang bersungut-sungut sambil menggerutu. Saya sungguh kecewa menyaksikan sikap si pemilik kedai dan memutuskan untuk sedapat mungkin tidak membeli bakso di tempat itu lagi.

Yang kedua adalah kejadian di sebuah warung makan di Kota Samarinda. Saya mengenal dengan baik ibu pemilik warung tersebut sebagai sosok yang cepat akrab dengan pelanggannya. Namun pada suatu hari saya menyaksikan sebuah keributan di warung tersebut yang melibatkan sang pemilik -- yang dibantu anak-anaknya -- melawan seorang pelanggan. Dari informasi yang saya peroleh, keluarga pemilik warung itu menuduh si pelanggan sebagai konsumen yang tidak jujur karena sering membayar kurang dari yang seharusnya. Tapi sayang seribu sayang, tuduhan tersebut dilayangkan tanpa disertai bukti sama sekali. Yang terjadi kemudian adalah adu mulut long set karena si tertuduh membantah habis-habisan. Saya menduga sang pelanggan tersebut tidak akan pernah lagi mendatangi warung makan tersebut dan mungkin saja dia akan menceritakan pengalaman tersebut kepada orang lain.

[caption id="attachment_150858" align="aligncenter" width="400" caption="Wedang Ronde Simpang Lima (Sumber: kulinerenak.com)"][/caption]

Sedangkan pengalaman ketiga baru saya alami beberapa hari yang lalu. Pada sore itu, karena hujan turun mulai deras, saya memutuskan untuk berhenti di masjid Simpang Lima Semarang untuk salat di sana. Masjid tersebut merupakan salah satu masjid favorit saya karena lokasinya yang sangat strategis dan karena itu saya kerap mengunjunginya. Sambil menunggu azan maghrib berkumandang, saya mendatangi salah satu pedagang jajanan yang banyak mangkal di sekeliling masjid. Saya memesan semangkuk wedang ronde hangat dan meminta sang penjual untuk mengantarkannya karena jarak antara tempat saya berteduh dan gerobaknya cukup jauh. Entah karena apa, tapi yang terjadi selanjutnya adalah sang penjual menekuk wajahnya dan menimbulkan suasana kurang nyaman bagi saya. Ketika saya membayar pun, sikap ketus sang penjual itu masih cukup terasa. Terus terang, saya jadi berpikir dua kali untuk membeli wedang ronde ke penjual itu lagi.

Jadi apa inti sari dari tiga contoh tersebut? Ya, Anda benar sekali. Inti sarinya adalah pengalaman kurang mengenakkan yang terjadi akibat sikap tidak ramah dari sang penjual kepada konsumennya. Ketidakramahan seorang penjual dapat menimbulkan akibat buruk karena kemungkinan besar hal itu akan membuat para pelanggannya pergi menjauh. Ketidakramahan hanya akan mengakibatkan pintu gudang rezeki semakin tertutup rapat atau bahkan terkunci sama sekali. Saya yang kebetulan mempunyai usaha dagang harus bisa menghilangkan sifat tidak ramah itu, baik karena alasan moral maupun karena, hmm, alasan material.

Maka, rahasia kecil agar jualan kita – baik itu berupa barang, jasa, atau apapun – selalu laku, adalah sikap ramah kita kepada siapapun. Tidak pernah ada ruginya bersikap ramah. Umat manusia akan mencintai kita dan demikian pula isi dompetnya. Semoga.

[caption id="attachment_150859" align="aligncenter" width="293" caption="Jadilah Pedagang yang Ramah (Sumber: bakbuk.wordpress)"][/caption] [Sumber foto: maskurblog.wordpress, kulinerenak.com, dan bakbuk.wordpress]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun