Aku duduk termagu di sudut Keude Caleue, sementara truk, mobil dan sepeda motor  terus berseliweran tak henti hentinya  di jalan Banda Aceh Medan, debu dan hawa panas berkumpul menjadi satu. Caleue sangat panas hari ini, 35 derajat Celcius! Mataku berbinar tatkala apa yang aku tunggu telah datang, mie kocok Caleue, "ini mie sudah siap Teungku! Kata penjual mie kocok. Aku tersenyum sebagai jawaban bahwa aku senang dengan pesanan ini.
Sendok demi sendok mie kocok terus masuk ke dalam mulut, lidahku berucap  bahwa ini makanan enak. Lagi asyik asyiknya makan, muncul seorang laki laki berpakaian preman duduk di dekatku, ia memesan satu cangkir kopi dan satu bungkus mie kocok. Aku lihat perangainya menyeringai, mengintai seolah olah ada sesuatu yang mencurigakan. Dari logat yang ia gunakan laki laki preman itu asli Pidie.
Tubuhnya tinggi, kurus ditambah kumis yang menebal dan minim janggut, jarang tersenyum. Ditengah makan aku menganalisa kalo laki laki tadi sebagai Harlan atau tukang bangunan. Tangannya asyik memainkan hp,  sepertinya  memperhatikan video demi video. Pembawaannya tetap dingin. Tunggu dulu, tiba tiba aku teringat kepada seorang laki laki ketika dekat pemilu tahun 2014 lalu, Laki laki Intel !
Pikiranku kembali berkecamuk, jangan jangan ini laki laki Intel berapa tahun lalu yang muncul dekat pemilu. Aku perhatikan lagi dari guratan wajahnya. Tak salah lagi, ia lagi melaksanakan tugasnya. Sesekali ia menonton televisi, beberapa orang terlihat lagi memarkirkan kereta disisi warung, aku hitung mereka berjumlah lima orang. Pakaiannya rapi rapi, dua orang bahkan memakai sepatu hitam walau tak mengkilat.
Mereka duduk tepat disebelah laki laki preman, penjual menyapa, "neupiyoh bapak bapak, peu neu pesan.." sambil menulis pesanannya, bapak bapak itu mulai berkelakar dari soal daster perempuan sampai persoalan politik. Tak ada sedikit bab agama , atau bab shalat. "Bahaya betul, batinku!" Laki laki tadi terus menonton televisi, aku lihat tangannya terus bergerak gerak menandakan jika ia tak fokus dengan apa yang ditonton.
Tak salah lagi, laki laki itulah yang aku temui beberapa tahun lalu menjelang pemilu. Aku tau itu dari ayahku saat menemani perjalanan dinasnya, memang ayahku punya banyak relasi. Laki laki Intel itu dulunya bahkan ada dimana mana, di keramaian, terkadang membeli ek krem bersama anak anak. Maka wajar jika hari ini ia kembali melaksanakan tugas mulianya, memberi informasi kepada atasan tentang keamanan. Ia telah menghabiskan mie kocok, lalu pergi meninggalkan Keude Caleue.
Bapak bapak tadi semakin larut dalam kelakarnya, bahkan sudah menjurus kepada penghinaan, aku tak tahan lagi untuk berlama lama di tempat itu. Lantas aku pamit kepada penjual. "Ini uangnya Bu.." Baru saja aku keluar, tiba- tiba  terdegar suara tembakan. Oh ya Allah, ingatkan ku kembali ke masa konflik, juga konflik di Mesir dulunya saat aku diintrogasi oleh militer Mesir saat menjadi mahasiswa Universitas Al Azhar, Kairo.
Suara itu nyata, tembakannya sebayak lima kali, lalu jeda ada tembakan dua kali, aku tiarap, semua tiarap, suasana  menjadi mencekam. Aku lihat laki laki preman tadi berlari lari, mengejar seseorang yang aku tidak tau siapa. Teroris dimana mana, celutuk seorang bapak yang lagi tiarap tak jauh dari sampingku. Pasca tragedi New Zealand memang masjid semakin makmur, beramai orang datang untuk menunaikan shalat jamaah.
Laki laki preman tadi baru  saja pulang dari masjid, kemudian terjadi ledakan yang menjurus ke masjid. Beberapa tahun ini teroris semakin merajalela, kalau dulu berita terkait di negeri orang, kini teroris sudah mulai menjalar ke sini.
Pihak keamanan terus bergerak  membungkan pelaku dan jaringannya. Memang selama orang barat itu sudah mulai masuk ke negeri ini, ada kesan ketidaksukaan mereka kepada penduduk setempat, ada upaya untuk berkuasa penuh. Aceh mau kembali pada masa perang Belanda!