Dinamika Pilkada DKI terus bergerak tak bisa ditebak. Ahok menyatakan akan maju lewat jalur non partai yang didukung oleh konco-konconya. Ketua Umum PDIP, Megawati menanggapai hal tersebut sebagai terompet kematian bagi parpol. Ya, Megawati menyebutnya deparpolisasi.
Mesti beberapa kali tampil mesra bersama Ahok, Megawati tetap mengirim pesan kemarahan itu kepada Ahok melalui panggung politik PDIP. Maret lalu, Megawati mengumpulkan sejumlah elit PDIP dengan satu pesan yang clear : lawan deparpolisasi! Tumbangkan calon independen/nan partai. Kemarahan Megawati ini, juga bisa jadi dipicu oleh talak tiga yang dilakukan Ahok terhadap pasangannya saat ini, Djarot Daiful Hidayat yang juga kader andalan PDIP.
Tapi belakangan, gelagat ganjil kembali mencuat. Ahok, seperti mengirim pesan kepada partai jika ia membuka ruang kompromi. Terlebih, sebelumnya partai-partai kecil seperti Hanura dan Nasdem sudah menyatakan mendukung Ahok.
Belakangan, setelah peta politik internal Golkar berubah, Golkar pun dengan kesan rendah diri menghampiri Ahok untuk menyatakan dukungan. Memang belum blak-blakan. Karena Ahok sendiri, terikat sumpah pada konco-konconya (Teman Ahok) maju lewat jalur non partai dengan mengandalkan KTP yang sepertinya kian berat pngumpulannya sampai-sampai konco Ahok mengadakan acara di Singapura dan berujung aib.
Tapi, di awal menyatakan siap maju lewat jalur independen, Ahok memang di atas angin. Mungkin karena merasa di bawah awan, Golkar dan PDIP malu-malu kucing merapat ke Ahok. Pekan kemarin, pimpinan PDIP kompak melontarkan pernyataan bahwa PDIP masih memungkinkan mengusung Ahok dengan catatan Ahok taubat nasuha. Ya, Ahok ditawarkan agar mengakui jalur independen adalah jalan sesat dan ia kembali ke pangkuan Parpol sebagai jalan yang benar.
Dan di waktu bersamaan, parpol kompak merevisi UU Pilkada. Pasal-pasalnya diperketat bagi calon independen. Pemilik KTP yang meynatakan dukungan, harus disensus atau melaporkan diri sebagai bentuk ferivikasi. Tujuannya sih memang bagus, agar tidak ada KTP abal-abal. Sekarang kan, sangat mudah membuat KTP siluman. Hanya modal printer dan kertas.
Merapatnya parpol dan revisi UU Pilkada bukanlah kejadian tunggal. Ini sebuah grand design untuk menjegal atau menundukkan Ahok. Terlebih, sebelumnya ada sejumlah kasus yang terang kita saksikan juga merupakan bagian dari turbulensi politik yang coba diciptakan rival Ahok. Yaitu kasus reklamasi.
Ya, reklamasi dipolitisasi untuk merongrong Ahok. Reklamasi dimanfaatkan untuk memperburuk citra Ahok di mata die hard-nya dan masyarakat Jakarta secara luas. Di saat bersamaan, Ahok berupaya dipisahkan (dengan kesan mengkhianat) dari komunitas yang selama ini membesarkannya, Teman Ahok. Masih di saat bersamaan, Ahok juga dijegal melalui UU Pilkada.
Trisula : (i) Politisasi reklamasi, (ii) dikesankan menghianati Teman Ahok dan (iii) syarat berat UU Pilkada diharapkan efektif membunuh Ahok hingga lenyap dari dunia politik.
Jadi, jangan girang dulu para aktivis lingkungan dan (mengklaim diri) nelayan terkait kemenangan sidang gugatan reklamasi Pulau G di PTUN. Karena sesungguhnya anda sedang dimanfaatkan oleh desain politik tingkat tinggi.Â
Jauh sebelumnya, Menteri Kelautan dan Perikanan pun bahkan mengakui bahwa reklamasi bakal dipolitisasi. "Saya tahu, banyak yang menunggu saya bicara reklamasi hanya untuk dipolitisasi," kata Susi Pudjiastuti di Jakarta, Selasa (5/4/2016) seperti dikutip dari Liputan6.com