Mohon tunggu...
Kancilana M. Jokerias
Kancilana M. Jokerias Mohon Tunggu... -

Pembelajar Masalah Sosial dan Politik lebih concern dengan Intervensi Politik Asing

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Mengapa Reklamasi Menuai Kontroversi?

16 Mei 2016   13:46 Diperbarui: 16 Mei 2016   14:10 243
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Marina Bay, Singapura yang menjadi destinasi favorit para pelancong. Marina Bay, dibangun dengan reklamasi (sumber : penta-ocean.co.jp)

Maraknya protes dari sebagian kalangan masyarakat membuat agenda pembangunan Indonesia melalui program reklamasi tersendat. Kalangan masyarakat yang melancarkan protes itu pada umumnya berasal dari aktivis pemerhati lingkungan hidup yang hanya ingin mempertahankan ekosistem lingkungan, namun lupa bahwa di balik peletstarian lingkungan hidup dibutuhkan pembiayaan yang tidak kecil. 

Bahkan sumber pendapatan pemerintah untuk membiayainya diperoleh dari eksplorasi kawasan menjadi sentra ekonomi produktif, seperti perdagangan, bisnis, industri, dan pariwisata. Melalui program reklamasi, pemerintah saat ini berupaya segencar mungkin a memberikan kesejahteraan kepada rakyat Indonesia.

Sebenarnya, kontroversi dan protes terkait reklamasi tidak usah terjadi apabila informasi dari pihak yang terlibat disampaikan secara utuh kepada masyarakat. Dalam kasus moratorium Teluk Jakarta misalnya, Menteri Susi Pudjiastuti sekalipun melarang reklamasi dilanjutkan, itu bukan karena reklamasi akan merusak ekosistem. Melainkan karena dinilainya ada prosedur standar yang belum ditaati dengan benar. 

Namun, masyarakat tergesa menilainya dan memvonis bahwa moratorium itu karena reklamasi merusak habitat dan mengancam mata pencaharian nelayan tradisional. Akibatnya, menggelindinglah opini liar yang tidak berdasar.

Kurang lebih kontroversi yang sama juga terjadi di beberapa daerah lain yang sedang dilaksanakan agenda reklamasi, misalnya di Bali, Manado, dan Makassar. Adapun mengenai reklamasi, sebenarnya sudah lama sekali dimanfaatkan oleh pemerintah-pemerintah sebelumnya untuk memaksimalkan geografis pantai. Bahkan jauh sebelum Indonesia merdeka. 

Ketika terjadi letusan Gunung Krakatau pada 1888, garis pantai Selat Sunda mengalami abrasi yang luar biasa, sehingga pemerintahan Kolonial Belanda memandang perlu adanya upaya penimbunan garis pantai agar bisa digunakan kembali menjadi pelabuhan yang layak bagi kapal-kapal yang merapat. Bisa dibayangkan apabila tidak dilakukan reklamasi, maka bibir-bibir pantai Anyer, Ujung Kulon, hingga Bakaueni di Sumatera terlalu curam dan dalam untuk digunakan sebagai area pelabuhan. Imbasnya, aktivitas ekonomi masyarakat dapat terganggu.

Menengok kembali fungsi reklamasi sebagai rehabilitasi kawasan, sebenarnya justru garis-garis pantai di Indonesia darurat untuk direklamasi. Sebagai contoh misalnya, aktivitas penggalian Pasir Besi di Pantai Selatan Cianjur yang membuat garis pesisir terlalu dalam dan membahayakan aktivitas masyarakat setempat, reklamasi dapat dipergunakan untuk memangkas kedalaman pantai sehingga nelayan setempat bisa melaut lagi tanpa terganggu gelombang ombak yang tinggi. Padahal, undang-undang telah mengamanatkan untuk melindungi habitat dan mata pencaharian penduduk terkena dampak reklamasi, maka pemerintah berupaya menjalankan amanat itu secara konsekuen.

Seharusnya kalangan yang kontra dengan reklamasi menyimaknya secara arif, bahwa reklamasi ini bukan seperti yang dituduhkan yaitu hanya memfasilitasi kalangan jetset, tetapi yang benar adalah mengamomodasi kepentingan ekonomi untuk kemudian keuntungannya disalurkan kembali kepada seluruh penduduk Indonesia.

Singapura, termasuk Negara tentangga terdekat yang sukses melakukan reklamasi. Marina Bay dan Tanjung Rhu, adalah pulau buatan yang menjadi kawasan wisata dengan okupansi tinggi. Pencapaian tersebut tak lepas dari kualitas birokrasi dan SDM Singapura yang profesional dalam mengelola kawasan reklamasi. Ini juga didukung oleh masyarakat Singapura yang berpikiran maju.

Marina Bay, Singapura yang menjadi destinasi favorit para pelancong. Marina Bay, dibangun dengan reklamasi (sumber : penta-ocean.co.jp)
Marina Bay, Singapura yang menjadi destinasi favorit para pelancong. Marina Bay, dibangun dengan reklamasi (sumber : penta-ocean.co.jp)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun