Mohon tunggu...
Kanaya Fathia
Kanaya Fathia Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Saya adalah seorang mahasiswa Hubungan Internasional di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Ancaman Konflik di Laut China Selatan Terhadap Kedaulatan Indonesia

30 Mei 2024   12:04 Diperbarui: 30 Mei 2024   12:13 195
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Laut China Selatan (LCS) adalah kawasan maritim yang memainkan peran penting dalam geopolitik dan ekonomi global. Berlokasi strategis, menghubungkan ekonomi utama di Asia dengan pasar di Eropa, Afrika, dan Amerika, memfasilitasi lebih dari sepertiga lalu lintas maritim global. LCS kaya akan sumber daya alam, termasuk sumber daya perikanan, minyak, dan gas alam, yang berkontribusi signifikan terhadap kekayaan dan pertumbuhan ekonomi negara-negara yang berbatasan (Turker, H., 2023).

Secara geopolitik, LCS adalah wilayah yang kompleks dan diperebutkan oleh banyak negara, termasuk Tiongkok, Filipina, Vietnam, Malaysia, Brunei, dan Taiwan yang menegaskan klaim teritorial atas berbagai pulau dan terumbu karang. Kompetisi ini telah menciptakan permadani perselisihan yang terkait dengan interpretasi sejarah, harga diri nasional, dan keunggulan taktis. Keterlibatan kekuatan global yang signifikan seperti Amerika Serikat menambah dimensi tambahan pada hubungan yang rumit ini.

Kepentingan strategis kawasan ini melampaui sumber daya alamnya karena berfungsi sebagai jalur penting untuk perdagangan internasional. LCS adalah saluran utama untuk barang-barang senilai lebih dari $3 triliun per tahun yang berarti hal ini menghubungkan ekonomi utama di Asia dengan pasar global. Setiap gangguan terhadap perdagangan ini dapat memiliki dampak ekonomi yang signifikan pada negara-negara di kawasan dan sekitarnya. Laut Cina Selatan juga merupakan titik fokus untuk strategi ekonomi dan juga maritim Cina. Zona Ekonomi Khusus (KEK) Tiongkok di sepanjang pantai tenggaranya, khususnya Pulau Hainan, telah berperan penting dalam mendorong transformasi ekonomi Tiongkok dan sangat penting untuk penegasannya di LCS. Pengembangan Hainan sebagai pelabuhan perdagangan bebas dan pusat pariwisata regional semakin menggarisbawahi ambisi Tiongkok untuk meningkatkan kegiatan ekonomi di wilayah tersebut (Basu, P., 2023).

Konflik di Laut China Selatan sangat penting bagi kedaulatan Indonesia, karena berbatasan dengan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) negara di Laut Natuna Utara. Kedaulatan Indonesia atas wilayah ini sangat penting untuk menjaga integritas teritorialnya dan memastikan perlindungan sumber daya alamnya (Budiana, M., et al., 2019). LCS merupakan rute perdagangan yang vital dan keterlibatan Indonesia di kawasan ini sangat penting untuk pertumbuhan ekonominya. Negara ini bertujuan untuk memperkuat diplomasi maritimnya dalam menjaga kepentingan ekonominya dan memastikan stabilitas perdagangan regional.

Peran Indonesia dalam menjaga keamanan regional sangat penting, karena sengketa LCS dapat meningkat menjadi konflik regional. Upaya Indonesia untuk menyelesaikan sengketa ini secara damai dan melalui cara diplomatik sangat penting untuk menjaga stabilitas di kawasan (Habibie, S. Y., 2024). Sebagai negara terbesar di ASEAN, Indonesia memiliki tanggung jawab untuk menjaga stabilitas regional dan memainkan peran utama dalam menyelesaikan konflik Laut Cina Selatan. Kepemimpinan Indonesia dalam hal ini membantu memastikan bahwa kepentingan semua negara anggota ASEAN dilindungi dan kawasan ini tetap damai (Aprilia, W., 2021).

Prinsip-prinsip realisme sangat relevan untuk memahami dinamika konflik di kawasan LCS, khususnya bagi Indonesia. Teori realisme menyediakan kerangka kerja untuk menganalisis masalah strategis dan keamanan yang mendorong tindakan negara-negara di wilayah tersebut. Security dilemma, konsep inti dalam realisme, menunjukkan bahwa negara-negara dapat merasakan ancaman dari negara-negara lain dan merespons dengan langkah-langkah defensif yang pada gilirannya dapat dilihat sebagai ancaman oleh negara-negara lain. Hal ini dapat menciptakan keadaan militerisasi dan ketegangan yang memperkuat diri di LCS. Teori realisme ofensif yang dikembangkan oleh John J. Mearsheimer, berpendapat bahwa negara-negara kuat lebih cenderung mengadopsi kebijakan luar negeri yang agresif untuk memastikan kelangsungan hidup dan dominasi mereka. Di LCS, tindakan Tiongkok, seperti pembangunan pulau buatan dan pengerahan militer, dapat dilihat sebagai manifestasi dari teori ini (Dinh, H. T., 2019).

Situasi di Kepulauan Natuna sangat kritis karena kedekatannya dengan wilayah yang disengketakan di LCS. Kepulauan Natuna sendiri adalah bagian dari Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia dan diklaim oleh Tiongkok sebagai bagian dari perairan teritorialnya. Hal ini menyebabkan beberapa insiden yang melibatkan kapal-kapal China di Perairan Natuna, termasuk penangkapan ikan ilegal dan perambahan wilayah. Maka dari itu, untuk menjaga kedaulatan di wilayah Natuna, pemerintah Indonesia telah mengambil langkah seperti peningkatan kemampuan militer. Indonesia telah meningkatkan kemampuan militernya di Kepulauan Natuna, mengerahkan pasukan dan peralatan militer, membangun infrastruktur pertahanan, dan memperkuat boarding patrol (Luerdi &Wahyudi, 2020). 

Pada jalur diplomatik, Indonesia telah menggunakan pendekatan diplomatik untuk menyelesaikan permasalahan sengketa, termasuk menyerahkan nota protes diplomatik ke Tiongkok dan terlibat dalam diplomasi ASEAN Way dengan negara-negara ASEAN lainnya (Mustafa, R.A., 2018). Indonesia telah menekankan komitmennya terhadap hukum internasional, khususnya Konvensi Hukum Laut PBB (UNCLOS), untuk mendukung klaimnya di Laut Natuna.

Tindakan Indonesia dilihat dari perspektif realisme, dapat diidentifikasi sebagai upaya untuk memproteksi kepentingan nasionalnya dalam melindungi klaim teritorial dan kepentingan ekonominya di Laut Natuna. Salah satu upaya yang dilakukan yaitu dengan balance of power, melalui peningkatan kemampuan militer dan upaya diplomatik Indonesia bertujuan untuk menjaga keseimbangan kekuatan di kawasan ini, melawan kemampuan maritim Tiongkok yang terus berkembang. Hal ini dianggap sebagai security dilemma, di mana tindakan Indonesia untuk melindungi kepentingannya dianggap mengancam oleh Tiongkok, dapat menyebabkan siklus militerisasi dan ketegangan yang memperkuat diri di kawasan ini. Hal tersebut tidak terlepas dari struktur internasional yang anarki, kurangnya kerangka hukum yang jelas dan tidak adanya mekanisme tata kelola internasional yang efektif di Laut Cina Selatan berkontribusi pada perselisihan dan ketegangan yang sedang berlangsung, sehingga penting bagi Indonesia untuk mengandalkan kekuatan dan kemampuannya sendiri untuk melindungi kepentingannya. 

Kesimpulannya Laut China Selatan (LCS) adalah kawasan strategis dengan sengketa teritorial yang kompleks, dimana mengancam kedaulatan Indonesia terutama di Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) di Laut Natuna Utara. Dari perspektif realisme, Indonesia menghadapi ancaman dari klaim teritorial China yang tumpang tindih dengan kepentingannya atas sumber daya alam dan jalur perdagangan. Untuk melindungi kedaulatannya, Indonesia telah meningkatkan kemampuan militernya di wilayah Natuna dan memperkuat diplomasi maritim, meskipun tindakan ini dapat memicu "security dilemma" dengan Tiongkok. Di tengah anarki internasional tanpa mekanisme tata kelola yang efektif, Indonesia harus mengandalkan kekuatan dan diplomasi untuk menjaga kepentingan nasionalnya. Sebagai negara terbesar di ASEAN, peran Indonesia dalam menjaga stabilitas regional menjadi sangat penting dengan upaya memastikan perdamaian dan stabilitas di kawasan untuk pertumbuhan ekonomi dan integritas teritorial.

Referensi:

Aprilia, W. (2021). Indonesia's Efforts in Resolving South China Sea Conflict. International Journal on Social Science, Economics and Art, 11 (1) (2021) 1-11

Basu, P. (2023). The development of Hainan SEZ stands to complicate the geopolitical situation of the South China Sea. Observer Research Foundation. Diakses dari: https://www.orfonline.org/expert-speak/parallel-tracks-chinas-sezs-and-the-geopolitics-of-the-south-china-sea

Budiana, M., et al. (2019). Indonesia Military Power under the Increasing Threat of Conflict in the South China Sea. Central European Journal of International and Security Studies 13, no. 4: 259--274

Dinh, H. T. (2019). China's South China Sea Strategy A Structural Realist Case Study. Development and International Relations - Chinese Area Studies. Aalborg University

Habibie, S. Y. (2024). South China Sea Conflict: Indonesia's Maritime Diplomacy. Modern Diplomacy. Diakses dari: https://moderndiplomacy.eu/2024/04/25/south-china-sea-conflict-indonesias-maritime-diplomacy/

Luerdi &Wahyudi .(2020). Indonesia's Border Security Policy in the Natuna Islands (2014-2020). Mercu Buana International Conference on Social Science (MICOSS). DOI: 10.4108/eai.28-9-2020.2307560

Mustafa, R.A. (2018). INDONESIAN GOVERNMENT EFFORTS TO MAINTAIN BORDER TERRITORY; CASE STUDY OF NATUNA ISLAND IN THE SOUTH CHINA SEA DISPUTE. Undergraduate thesis, Universitas Darussalam Gontor.

Turker, H. (2023). Maritime Chessboard: The Geopolitical Dynamics of the South China Sea. Geopolitical Monitor. Diakses dari: https://www.geopoliticalmonitor.com/maritime-chessboard-the-geopolitical-dynamics-of-the-south-china-sea/

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun