organisasi advokat. Dalam pernyataannya, Yusril menyebut bahwa organisasi advokat di luar Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) hanyalah organisasi masyarakat (ormas). Pernyataan tersebut, menurut Dr. Sultan, tidak sesuai dengan fakta hukum dan perkembangan organisasi advokat di Indonesia. Jakarta - Dr. Sultan Junaidi, S.Sy., M.H., Ph.D., Ketua Umum Perkumpulan Advocaten Indonesia (PAI), mengkritisi pernyataan Prof. Yusril Ihza Mahendra terkait
"Apa salah kami dan organisasi kami yang berdiri sesuai dengan undang-undang? Pernyataan Prof. Yusril sangat disayangkan," tegas Dr. Sultan, Senin (9/12).
Menurutnya, Prof. Yusril kurang memahami dinamika organisasi advokat yang telah berkembang sejak lama. "Prof. Yusril sepertinya terpengaruh bisikan yang keliru. Organisasi advokat saat ini semua berdasar pada undang-undang, bukan hanya Peradi," tambahnya.
Sejarah Berdirinya Organisasi Advokat
Dr. Sultan mengingatkan bahwa organisasi advokat di Indonesia awalnya didirikan melalui Peradin (Persatuan Advokat Indonesia), bukan Peradi. Bahkan, ia menilai pembentukan Peradi tidak sesuai dengan amanat UU Advokat Nomor 18 Tahun 2003, yang memberikan waktu dua tahun untuk membentuk organisasi advokat.
"Peradi baru terbentuk setelah lebih dari dua tahun sejak UU tersebut disahkan, dan itu pun diwarnai perselisihan di antara para senior advokat," ujarnya.
Ia juga menyebut adanya organisasi advokat lain seperti Kongres Advokat Indonesia (KAI) yang didirikan oleh almarhum Adnan Buyung Nasution sebagai respons atas konflik internal Peradi.
Perpecahan di Peradi
Dr. Sultan mengkritik kondisi Peradi saat ini, yang terpecah menjadi beberapa kepemimpinan. "Sekarang ada Peradi di bawah Otto Hasibuan, Juniver Girsang, dan Luhut Pangaribuan. Belum lagi organisasi lain yang membawa nama Peradi," ungkapnya.
Ia juga menyoroti posisi Otto Hasibuan sebagai Wakil Menteri Hukum dan HAM yang dianggap kurang etis bila tetap memimpin Peradi. "Sesuai Pasal 20 ayat 3 UU Advokat, Bang Otto seharusnya cuti sebagai advokat dan Ketua Umum Peradi," tegasnya.
Revisi UU Advokat Didorong
Dr. Sultan menilai perlu adanya revisi UU Advokat agar lebih relevan dengan kondisi saat ini. "Sudah saatnya UU Advokat direvisi untuk mencantumkan Dewan Advokat Nasional (DAN) atau Mahkamah Advokat sebagai lembaga pengatur, sehingga organisasi advokat yang ada bisa diakomodir," jelasnya.
Ia menambahkan bahwa UU Advokat telah 23 kali diuji materi di Mahkamah Konstitusi, yang menunjukkan banyaknya masalah dalam implementasi undang-undang tersebut.
Organisasi Advokat Bukan Organ Negara
Dr. Sultan juga menolak anggapan bahwa organisasi advokat merupakan organ negara. "Organisasi advokat adalah organisasi profesi yang bebas dan mandiri, bukan organ negara. Pernyataan seperti itu keliru," katanya.
Ia mengkritik wacana "single bar" atau wadah tunggal organisasi advokat sebagai langkah mundur. "Single bar sudah tidak relevan dengan situasi saat ini. Organisasi advokat harus dihargai keberadaannya secara setara," tambahnya.
Pesan untuk Otto Hasibuan
Dr. Sultan mengimbau Otto Hasibuan untuk fokus menjalankan tugas sebagai wakil menteri. "Lebih baik Bang Otto mendukung generasi muda dan memikirkan kepentingan masyarakat, bukan memaksakan kehendak pribadi," ujarnya.
Penghargaan untuk Prof. Yusril
Meski mengkritisi pernyataan Prof. Yusril, Dr. Sultan tetap menghormati keahliannya di bidang hukum. "Saya adalah salah satu pengagum Prof. Yusril. Beliau sangat cerdas, tetapi kali ini saya rasa beliau menerima masukan yang keliru," katanya.
Sebagai penutup, Dr. Sultan menegaskan pentingnya menghormati hak asasi manusia dalam kebebasan berserikat sesuai prinsip United Nations Global Compact. "Setiap upaya yang menghalangi hak warga negara dalam memperkuat kedudukannya di bidang hukum bisa dilaporkan ke Mahkamah Internasional," pungkasnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H