Mohon tunggu...
Ungky
Ungky Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis

Seorang wartawan adalah seseorang yang bertugas untuk mengumpulkan, menyunting, dan menyampaikan informasi kepada masyarakat melalui berbagai media seperti surat kabar, majalah, radio, televisi, dan platform online.

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Praktisi Hukum Irfan Maulana Muharam: Tidak Ada Wakil Tuhan dalam Putusan Doni Salmanan

29 September 2024   15:38 Diperbarui: 29 September 2024   15:40 169
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kasus hukum yang melibatkan Doni Salmanan kembali menjadi sorotan setelah Kejaksaan Negeri Kabupaten Bandung melaksanakan eksekusi terhadap aset yang dirampas. Eksekusi ini mencakup uang tunai sebesar 7,5 miliar rupiah dan 1.300 USD (setara 20,8 juta rupiah) yang disetor ke kas negara sebagai Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP). Selain itu, sejumlah aset berharga lainnya seperti jam tangan, laptop, kamera, pakaian, motor sport, super car, dan dua unit rumah akan dilelang. Hasil lelang ini juga akan dimasukkan ke dalam kas negara sebagai PNBP.

Dony Salmanan, dokumen Kompas.com
Dony Salmanan, dokumen Kompas.com

Eksekusi tersebut dilakukan berdasarkan putusan Mahkamah Agung yang telah berkekuatan hukum tetap. Doni Salmanan, yang dikenal sebagai seorang Youtuber yang kerap memamerkan kekayaan dari hobinya mengoleksi motor sport dan super car, terbukti mendapatkan keuntungan melalui skema deposit para anggotanya lewat sistem referral, bukan dari hasil murni trading binary option seperti yang diklaimnya.

Praktisi hukum, Irfan Maulana Muharam, dalam wawancara menyampaikan pandangannya terkait putusan tersebut. Ia menegaskan bahwa keputusan ini tidak memenuhi rasa keadilan masyarakat pencari keadilan.

"Keadilan yang diharapkan para korban tentunya adalah pengembalian uang mereka, meskipun tidak utuh 100%. Setelah menunggu selama dua tahun, apakah para pencari keadilan sudah mendapatkan keadilan?" ujar Irfan Maulana.

Dari mulai putusan Pengadilan Negeri hingga Peninjauan Kembali (PK) Mahkamah Agung, Irfan menilai bahwa tidak ada satu pun putusan yang berpihak pada para korban. Bahkan, ia menyebut bahwa awalnya jaksa menuntut Doni dengan hukuman 13 tahun penjara dan denda 10 miliar rupiah serta pengembalian aset kepada korban. Namun, putusan Pengadilan Negeri Bale Bandung hanya memberikan hukuman empat tahun penjara dan denda 1 miliar rupiah, dengan pengembalian aset kepada Doni Salmanan.

"Putusan ini jelas tidak memenuhi rasa keadilan masyarakat," tegas Irfan Maulana.

Dalam pandangan Irfan, peranan hakim dalam upaya memenuhi rasa keadilan sangat penting. Ia mempertanyakan apakah pengadilan masih layak disebut sebagai tempat pencari keadilan jika keputusan yang dihasilkan tidak memihak pada korban.

"Jika para hakim tidak mampu memenuhi rasa keadilan masyarakat, apakah masih layak hakim disebut sebagai wakil Tuhan di bumi ini?" tambahnya.

Irfan juga menyoroti bahwa putusan yang mengarahkan hasil lelang barang-barang Doni Salmanan masuk ke kas negara melalui PNBP justru menguntungkan negara, bukan korban.

"Negara diuntungkan atas penerimaan uang kas dari hasil kejahatan Doni Salmanan. Apakah ini adil bagi korban? Bukankah negara seharusnya melindungi hak-hak warga negara?" tanyanya.

Menurut Irfan, dengan negara mengambil keuntungan dari hasil kejahatan ini, ia bahkan berpendapat bahwa negara secara tidak langsung turut serta dalam kejahatan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).

"Saya ingin katakan jika negara diuntungkan atas penerimaan uang kas dari hasil kejahatan, maka sama saja negara turut serta melakukan TPPU bersama Doni Salmanan," pungkasnya.

Irfan Maulana Muharam mengakhiri wawancaranya dengan menekankan pentingnya penalaran hukum yang digunakan oleh hakim. Menurutnya, penalaran hukum yang tepat akan menghasilkan putusan yang tidak hanya memberikan kepastian hukum, tetapi juga keadilan dan manfaat bagi mas

yarakat pencari keadilan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun