Mohon tunggu...
Ungky
Ungky Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis

Seorang wartawan adalah seseorang yang bertugas untuk mengumpulkan, menyunting, dan menyampaikan informasi kepada masyarakat melalui berbagai media seperti surat kabar, majalah, radio, televisi, dan platform online.

Selanjutnya

Tutup

Sosok

Afriansyah Noor: Guru Besar di Indonesia Mendorong Prestise dan Kualitas Akademik

23 Juli 2024   16:00 Diperbarui: 23 Juli 2024   17:08 99
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Afriansyah Noor, Wamenaker. Dokumen pribadi.

Afriansyah Noor, Wakil Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia, dan Kandidat Doktor Administrasi Publik Universitas Sriwijaya Palembang, menyatakan bahwa polemik mengenai gelar profesor di Indonesia telah menjadi sorotan dalam beberapa tahun terakhir akibat berbagai kontroversi dan kritik terhadap proses penunjukan serta kualitas profesor di berbagai institusi. "Kontroversi ini telah memicu perdebatan mengenai integritas dan standar komunitas akademik di Indonesia," ujarnya, "yang berdampak luas pada sektor pendidikan, termasuk kualitas pendidikan dan motivasi akademisi untuk meraih keunggulan di bidangnya."

Meraih gelar profesor bukanlah perkara mudah. Perjalanan panjang dan komitmen tinggi diperlukan untuk memenuhi kualifikasinya. Afriansyah menambahkan, "Dalam Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional mengatur bahwa jabatan akademik guru besar hanya bisa diisi oleh seorang dosen yang memiliki kualifikasi akademik bergelar Doktor atau Ph.D." Hal ini juga diatur dalam Undang-Undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, di mana pada Pasal 1, ayat (3) disebutkan bahwa guru besar atau profesor adalah jabatan fungsional tertinggi bagi dosen yang masih mengajar di lingkungan satuan pendidikan tinggi.

Selain itu, Undang-undang No. 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi pada Pasal 72 ayat (5) menyatakan bahwa Menteri dapat mengangkat seseorang dengan kompetensi luar biasa pada jenjang jabatan akademik profesor atas usul Perguruan Tinggi. "Regulasi ini bertujuan untuk menjaga kualitas pendidikan tinggi dan memastikan bahwa seorang profesor menghasilkan karya nyata yang bermanfaat bagi bangsa dan negara," jelas Afriansyah.

Menurutnya, gelar profesor mencerminkan pengalaman kerja 10 tahun sebagai dosen tetap dan memiliki publikasi ilmiah serta berpendidikan doktor atau yang sederajat. "Seorang profesor juga membimbing calon doktor, melakukan penelitian mutakhir, menulis karya ilmiah, dan memberikan layanan publik dalam memajukan ilmu pengetahuan, menjadikan profesor aset berharga bagi komunitas akademik dan masyarakat luas," lanjutnya.

Jenis-Jenis Profesor di Indonesia

Terdapat tiga jenis profesor di Indonesia, yaitu Profesor Akademik, Profesor Riset, dan Profesor Kehormatan. "Profesor Akademik diatur oleh Undang-Undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, diperkuat oleh Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 23 Tahun 2006 tentang Jabatan Fungsional Guru Besar dan turunannya," kata Afriansyah.

Profesor Riset merupakan puncak karir bagi peneliti di lembaga penelitian pemerintah seperti BRIN (Badan Riset dan Inovasi Nasional). Gelar ini diatur dalam Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara No. KEP/128/M.PAN/9/2004 tentang Jabatan Fungsional Peneliti dan Angka Kreditnya, dan diperbarui oleh LIPI serta Peraturan LIPI No. 15 Tahun 2018 tentang Gelar Profesor Riset.

Profesor Kehormatan diatur oleh Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi No. 38 Tahun 2021 tentang Pengangkatan Profesor Kehormatan pada Perguruan Tinggi. Afriansyah menjelaskan, "Profesor Kehormatan adalah jenjang Jabatan Akademik profesor pada perguruan tinggi yang diberikan sebagai penghargaan kepada setiap orang dari kalangan non-akademik yang memiliki kompetensi luar biasa."

Mendorong Prestise dan Kualitas Akademik

Penunjukan profesor di Indonesia, meskipun melambangkan pencapaian akademik tertinggi, kerap diwarnai kritik tajam terkait maraknya skandal gelar. "Manipulasi kualifikasi akademik oleh dosen dan individu lainnya untuk meraih gelar profesor mencemari reputasi pendidikan dan mencoreng kredibilitas lembaga akademik," tegas Afriansyah.

Kekurangan profesor yang memenuhi syarat mendorong beberapa perguruan tinggi untuk mempercepat promosi dosen melalui program akselerasi yang seringkali dikritik karena dianggap mengabaikan standar akademik. "Motivasi utama dosen untuk mengejar jabatan ini sering kali didorong oleh keinginan untuk pengakuan dan keuntungan finansial, bukan komitmen terhadap keunggulan akademik," tambahnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosok Selengkapnya
Lihat Sosok Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun