Mbah Fadhol Senori, demikian banyak orang memanggi beliau. Nama lengkapnya K.H. Abul Fadhol bin K.H. Abdus Syakur bin Muhsin bin Saman bin Mbah Serut. Seorang ulama kharismatik dari Tuban, sebuah kabupaten di pesisir tanah Jawa yang berjuluk bumi para wali.Â
Tak habis-habis rasanya, bila hendak menggali kisah keteladanan tentang beliau. Perjalanan hidup beliau yang penuh cerita-cerita unik dan luar biasa, sudah banyak tersebar di masyarakat. Disamping tentunya manfaat atas banyak karya-karya beliau yang banyak pula jumlahnya.Â
Beliau ulama yang alim dan produktif. Menulis banyak kitab dari berbagai diskursus ilmu pengetahuan. Beberapa kitab cukup familiar, karena juga dikaji di beberapa pesantren salaf, untuk ngaji bandongan, dan ada yang menjadi bahan ajar madrasah-madrasah.Â
Mulai dari kitab Ahlal Musamarah fi Hikayatil Aulia al-'Asyrah, yang mengisahkan tentang sejarah kehidupan dan penyebaran Islam oleh para wali pada zaman dahulu, hingga kitab Al-Kawakibul Lama'ah yang membahas masalah ideologi Ahlussunah.Â
Atau kitab yang mungkin judulnya tidak cukup akrab bagi beberapa orang, seperti Jauharotus Saniyyah fi Ilmis Sharfi, Tashilul Masalik Syarah Alfiyah Ibnu Malik, Kafiyatut Thullab fi Ilmi an-Nahwi, Ad-Durrul Farid fi Ilmit Tauhid, dan Kasyfut Tabarikh fi Bayani Shalatit Tarawih.Â
Judul yang disebut terakhir beliau khususkan untuk menjawab dan meluruskan banyak hal yang terkait dengan permasalahan salat tarawih. Kitab yang sangat menarik untuk dikaji dan dibaca, terutama di bulan suci Ramadhan.Â
Kitab tersebut terdiri dari tiga bagian. Bab pertama adalah dalil-dalil terkait salat tarawih, bab kedua membahas tata caranya, dan bab terakhir menjelaskan jumlah rakaatnya.Â
Dalam kitab tersebut, beliau membahas mulai dari dalil kesunahan, dan keutamaan salat tarawih. Yang referensinya dinukil dari hadis-hadis nabi Muhammad shallahu'alaihiwasallam.Â
Lalu dilanjutkan dengan sejarah dan awal mula bagaimana dulu Khalifah Umar bin Khattab radhiyallahu'anhu mempunyai inisiatif untuk melaksanakan salat tarawih berjamaah di masjid. Beliau merangkumnya sekaligus dalam bab kaifiyah salat tarawih (tata cara pelaksanaan salat tarawih).Â
Beliau menjadikan beberapa referensi sebagai pijakan untuk menyanggah bahwa salat tarawih berjamaah sama sekali bukanlah perbuatan bid'ah, atau modifikasi hukum.Â
Dalam bab terakhir, hal tersebut diperjelas dan dibahas cukup panjang. Termasuk juga ada sekelumit pembahasan tentang pernyataan Khalifah Umar bin Khattab radhiyallahu'anhu terkait salat tarawih, "ni'matul bid'ah hadzihi", sebaik-baiknya bid'ah adalah salat tarawih berjamaah ini.Â
Beliau meluruskan beberapa pemahaman yang kurang tepat terkait penggunaan, juga maksud dari kata bid'ah itu sendiri, yang juga dipakai oleh sahabat Umar bin Khattab radhiyallahu'anhu dalam pernyataan beliau tersebut.Â
Dalam kitab tersebut, nampak sekali jika beliau termasuk ulama yang sangat tidak setuju bila dikatakan, tarawih dua puluh rakaat adalah sesuatu yang bid'ah.Â
Tertarik untuk membaca kitabnya? Download disini sebagai pratinjau. Belilah edisi cetaknya di toko-toko kitab atau marketplace.
Wallahu a'lam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H