Mohon tunggu...
Muhammad Khoirul Wafa
Muhammad Khoirul Wafa Mohon Tunggu... Penulis - Santri, Penulis lepas

Santri dari Ma'had Aly Lirboyo lulus 2020 M. Berusaha menulis untuk mengubah diri menjadi lebih baik. Instagram @Rogerwafaa Twitter @rogerwafaa

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Bahaya Media Sosial dan Ekosistem Internet

25 September 2020   06:37 Diperbarui: 25 September 2020   07:24 253
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Film dokumenter terbaru Netflix yang membahas bahaya dan dilema media sosial (Sumber: airedesantafe.com.ar)

Film dokumenter kadang dianggap membosankan. Sebab pembawaan yang datar dan sarat informasi. Tak ada humor dan narator bicara sepanjang film. Hampir tak memberi kesempatan untuk lelucon.

Tapi sesekali menonton film dokumenter memberikan peluang edukasi. Dari tidak tahu menjadi tahu. Sebuah rekomendasi film yang digarap Netflix ini menyadarkan kita akan bahaya sosial media.

Mereka yang beropini adalah orang-orang penting di Google, Facebook, Twitter, Pinterest, dan banyak platform lain yang kemudian berhenti dari perusahaan tersebut. Karyawan awal Facebook, direktur Pinterest, dan lain-lain.

***

Mungkin sesekali anggapan bahwa Facebook hanya sekedar platform sederhana tempat mencari kabar kawan dan sahabat, atau Google hanyalah mesin pencari harus dihilangkan. Ada hal yang lebih besar dibalik itu yang tak mudah orang sadari.

Kita penggunaan sosial media telah "dimanfaatkan" dalam persaingan kapitalisme. Google, Facebook, Twitter, dan lain-lain sedang bersaing merebut waktu para penggunanya. Mereka memperbaiki tampilan, meningkatkan performa dan kualitas, hingga makin lama orang akan makin betah di platform mereka.

Apa imbasnya? Kian lama pengguna disitu, makin banyak yang bisa dilihat, makin besar kesempatan bagi pengiklan untuk berinvestasi disana. Semakin lama kita di YouTube semakin banyak iklan yang kita lihat. Semakin lama di Facebook semakin banyak juga promosi yang lewat.

Maka pertanyaan sederhana adalah, siapakah sebenarnya yang menjadi produk? Setiap perusahaan memiliki produk. Dan "kita" adalah "produk" mereka. Kata salah seorang narasumber.

Kita akan tercengang mengetahui betapa Google tahu setiap gerak-gerik kita di internet. Facebook tahu banyak hal tentang kita. Google tahu dimana saja kita pernah singgah, apa yang kita telusuri di search engine, google tahu minat kita. Dan mereka hampir bisa memprediksi tingkah laku kita. Kita menyebut itu algoritma.

Semuanya terekam dengan baik. Jadi siapa bilang Google Maps misalnya tidak menjadi bagian dari bisnis? Bahkan mesin penelusuran Google juga mengusik privasi kita. Mereka butuh data dan minat kita untuk menyesuaikan iklan yang muncul. Terdengar seperti teori konspirasi?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun