Mohon tunggu...
Muhammad Khoirul Wafa
Muhammad Khoirul Wafa Mohon Tunggu... Penulis - Santri, Penulis lepas

Santri dari Ma'had Aly Lirboyo lulus 2020 M. Berusaha menulis untuk mengubah diri menjadi lebih baik. Instagram @Rogerwafaa Twitter @rogerwafaa

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

"No Country for Oldmen", Sebuah Ending yang Tak Biasa

7 September 2020   06:05 Diperbarui: 7 September 2020   06:12 549
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
thepostermovement.tumblr.com

Saat-saat dimana penjahat kalah dan protagonis menang adalah cara yang tradisional dalam menyampaikan cerita. Bisa dibilang mainstream, terlalu biasa, bahkan sudah kuno.

Tapi penonton jadi memiliki kepuasan tersendiri akan hal tersebut. Seakan semua kisah harus berakhir demikian, atau seluruh bioskop dan semua pembaca novel akan kecewa.

Bagaimana dengan penjahat yang tak pernah tertangkap? Semua tokoh yang mati? Atau bahkan kebenaran yang kalah? Mungkin Christopher Nolan sekalipun tak berani bikin ending film seperti itu.

Buktinya Bruce Wine masih ngopi-ngopi dengan seseorang di akhir kisahnya. Meskipun dalam kebenaran film dia dikisahkan meninggal sebagai pahlawan. Seolah hanya yang diluar film saja yang tahu kenyataannya.

Kalau anda mengira ini film tentang upaya Llewelyn Moss menyelamatkan diri dari kejaran maut, lika-liku dan kejar-kejaran dengan seorang pembunuh, anda agaknya salah. Begitupun juga saya.

Saya sempat mengira demikian. Sampai saya sadar apa judul film ini. Yah, ini sebenarnya tentang Sherif tua Ed Tom Bell dan Anton Chigurgh. Meskipun keduanya tak bertemu secara langsung. Tak pernah berhadap-hadapan.

Lebih tepatnya simbolisme. Ini film yang menyindir bahwa Sherif Ed Yang mewakili hukum dan tokoh protagonis, selalu tertinggal selangkah dibelakang Chigurgh yang mewakili villain dan antagonis.

Polisi dan undang-undang seolah sudah selalu jauh tertinggal dibelakang para penjahat di dunia yang kejam ini. Mungkin begitu yang ingin disampaikan sutradara.

Jangan mengharapkan baku tembak yang hebat antara tokoh dalam cerita. Sebab film ini sebenarnya sederhana. Dialognya lebih mengesankan, karena itu mungkin nilai estetika yang ingin dibawa sang sutradara.

Ada kesan ambiguitas dimanakah protagonis. Saat kita melihat Llewelyn Moss. Apakah sejatinya dia adalah tokoh baik yang berusaha menyelamatkan keluarganya, atau cuma seorang egois yang berusaha menyelamatkan diri dengan mengorbankan keluarganya?

Apakah dia cuma seorang yang malang dan tak sengaja terlibat dalam malapetaka ini, ataukah dia sebenarnya sangat senang ketika tak sengaja menemukan uang jutaan dolar? Dan mencoba memanfaatkan itu.

Jadi, kalau anda masih mengharapkan tontonan yang tradisional, memanjakan mata, dan memuaskan selera anda, juga menghilangkan haus ego anda akan kebenaran yang selalu menang, maka jangan tonton film ini. Itu saran saya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun