Dan mereka mengobrol biasa. Mencerna dan menceritakan pengalaman sehari-hari. Jadi akrab dipertemukan hujan. Dalam sebuah episode kecil kehidupan.
Hujan adalah hal menarik. Jika dilihat dari dua sudut pandang. Penjual payung dan penjual makanan.
Bagaimana mungkin awan mau menuruti kemauan semua orang? Menurunkan hujan sekaligus menerbitkan terang. Jika gerimis membasahi jalanan, penjual payung jadi bahagia. Tapi penjual makanan itu kecewa. Tapi bila matahari boleh bersinar terang tanpa mendung, giliran penjual payung yang mungkin bersedih. Dagangannya jadi harus menunggu waktu yang akan datang untuk dibeli seseorang.
Jadi, apakah saat menjalani peran kita harus selalu menuruti dikte dan arahan? Menurut jika orang menginginkan ini, mau saja tanpa prinsip dalam menjalani hari-hari.
Yah, apakah kita pernah merasa demikian? Mau membahagiakan banyak orang. Padahal manusia hanya punya dua kaki dan tangan. Bila menurut apa kata orang, apakah yang bisa kita lakukan? Selain beberapa kali harus mengalami kebingungan.
Jadi, inilah saya. Itulah awan. Dengan tugasnya. Lebih baik jujur mengatakan itu, sebab asalkan apa yang dilakukan itu adalah hal yang benar, orang tak butuh pembelaan. Tak perlu banyak alasan untuk terlalu mendengarkan kata-kata yang sekedar komentar orang penasaran.
Lalu di pelataran toko itu, setelah gurauan tetap berlanjut, tak berapa lama langit jadi cerah. Setelah tadi banyak orang mampir membeli payung di toko itu.
Si penjaga toko mempersilahkan penjual makanan melanjutkan perjalanan. Dan penjual makanan berjanji untuk kembali lagi. Membawakan oleh-oleh. Mungkin cerita tentang pembeli yang aneh-aneh.
Awan tetap berarak mengimbangi langkah matahari, angin juga masih semilir berbisik bersama dentingan jarum jam. Tak banyak yang berubah dalam pemandangan alam hari ini. Masih sekilas seperti kemarin. Perubahan kadang milik beberapa orang yang mau mengamati.
Apakah hal yang kita lewatkan hari ini?
***