BELAJAR MELAKUKAN IBADAH SESUAI KEMAMPUAN
___________
Sebuah nasihat dari ulama besar, Maulana Syaikh dokter Yusri Rusydi Jabr tentang bagaimana kita memperlakukan nafsu,
"Maka, jika kamu sedang tidak semangat ibadah ataupun sudah lelah, ya tidak usah dipaksakan, tidak usah pakai alat atau tali menopang kamu berdiri dan lain sebagainya."
Maksudnya? Ini mengingatkan saya akan sebuah hadis.
Hadist ini diriwayatkan oleh sahabat Anas Radhiyallahu'anhu, beliau berkisah, "suatu ketika Rasulullah Shalallahu'alaihiwasallam masuk masjid dan menjumpai tali yang memanjang diantara tonggak masjid.
Lantas nabi bertanya, "tali apa ini?"
Para sahabat menjawab, "ini adalah tali milik Zainab untuk salat, apabila dia malas atau lemah maka dia berpegangan dengan tali ini."
Mendengar jawaban itu nabi bersabda, "lepaskan tali ini, setiap orang salat sesuai kemampuannya, kalau dia malas atau telah letih maka hendaklah duduk."
Ada hadis lain dengan pesan yang hampir sama, hadist ummul mukminin 'Aisyah Radhiyallahu'anha.Â
( )Â
"Jika salah seorang diantara kalian mengantuk dalam salatnya, hendaklah ia tidur terlebih dahulu hingga hilang kantuknya.
Karena jika salah seorang dari kalian tetap salat, sedangkan ia dalam keadaan mengantuk, ia tidak akan tahu, mungkin ia bermaksud meminta ampun tetapi ternyata ia malah memaki dirinya sendiri."
Banyak pelajaran berharga dari hadis tersebut. Sebenarnya banyak hadis yang sejenis. Seperti kita diperintahkan untuk mengakhirkan salat jika cuaca sedang panas-panasnya. Juga seingat saya, kita disuruh makan terlebih dahulu, jika kita menginginkan makanan yang memang sudah tersedia. Dan seterusnya.
Tidak bermaksud sama sekali untuk menurunkan motivasi dan semangat dalam beribadah. Tapi kita dalam beribadah dianjurkan untuk "menakar" diri.
Seberapa kemampuannya? Jangan sampai akhirnya cuma semangat di awal-awal saja. Tapi kemudian bosan di tengah jalan.
Akan lebih baik, jika ibadah bisa istiqomah dan konsisten, meskipun sedikit yang bisa dilakukan. Sebab sampai pada batas itulah kemampuan seseorang. Lebih dari itu, kadang karena "memaksakan diri" yang berujung pada keterpaksaan. Dan akhirnya tidak bisa konsisten. Sebab merasa bosan atau tertekan.
Padahal ibadah itu hal yang sepatutnya adalah disyukuri... Meskipun itu sedikit. Agar bisa kian bertambah. Hari demi harinya.
***
[Fanatik dalam Amaliah]
Ulama salaf itu gak ada yang fanatik terhadap amal ibadah. Gak ada kok ulama dulu membesar-besarkan ibadah mereka. Meskipun kenyataannya ibadah mereka luar biasa. Yang diutamakan adalah bagaimana tarkul ma'shiyat wa asbaabihaa. Muroo'ah 'anil ma'aashi. Dijaga jangan sampai berbuat dosa dan kesalahan. Atau menyakiti makhluk hidup. Bukannya fanatik terhadap amaliah.
.
( )
:
.
()
Maka akhirnya ini akan selaras dengan nasihat Syaikh dokter Yusri Jabr berikutnya... "Kamu harus ingat bahwa seseorang tidak masuk surga dengan amal perbuatannya, tapi karena rahmat-Nya."
Generasi salaf lebih mementingkan bagaimana agar rahmat Allah SWT senantiasa tercurah. Dan diwujudkan dalam rasa syukur, yaitu ibadah. Orang dulu beribadah sebagai ungkapan rasa syukur. Tidak semata-mata karena ingin "mempersembahkan" amal. Allah Subhanahuwata'ala gak butuh dengan amal ibadah hamba-hamba-Nya.
Adalah kisah al-'arif billah habib Ali Zainal Abidin. Yang taraf ibadahnya semata-mata karena wujud syukur kepada Allah Subhanahuwata'ala. Beribadah salat seribu rakaat setiap malam pun gak akan merasa lelah, ngantuk, berat, atau bosan.
Karena memang ibadah beliau salah satunya sebagai bentuk syukur. Dan bentuk kecintaan yang tinggi kepada Allah Subhanahuwata'ala. Semata-mata taufiq dari Allah Subhanahuwata'ala.
Akhirnya ya, sementara sebisanya dulu. Yang penting bisa istiqomah dulu. Berharap dengan kekonsistenan tersebut, akan menimbulkan keberkahan dan naiknya taraf kualitas ibadah sedikit demi sedikit.
Ya mana ada orang yang bisa berubah sekaligus dalam satu hari? Kan butuh pembiasaan.
Sekali lagi, bukannya bermaksud menyurutkan semangat. Tapi hamba yang masih dalam taraf "belajar", lebih baik belajarnya sesuai kemampuan. Agar harapannya tidak terkena "seleksi alam".
***
Kadang manusia pada awalnya masih butuh "disuap" dengan iming-iming tentang kebahagiaan untuk melakukan kebaikan. Surga, atau pahala. Tapi lakukanlah saja dulu. Tak masalah. Siapa tahu suatu hari nanti, berkat kegigihan dalam berbuat baik itu, lama kelamaan niat akan berubah. Menjadi sepenuhnya melakukan sesuatu karena-Nya.
Yang penting, pada awalnya kita sudah melakukan sesuatu. Kecewakan dulu setan dengan cara melakukan amaliah. Walaupun pada awalnya hanya tindakan kecil yang "belum begitu berarti", tapi berharap saja lama kelamaan manusia jadi sadar. Setelah tahu rasanya manis, dia gak lagi mau mengecap asinnya garam.
***
Wallahu a'lam...
***
Mei 2020 M.
***
Kisah tali
https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=10158281674838630&id=691428629
Syaikh Yusri Jabr jangan dipaksakan
https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=4046747762032170&id=100000909598063
Syaikh Sahal
https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=3041706712573992&id=100002040796268
Terimakasih...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H