Mohon tunggu...
Muhammad Khoirul Wafa
Muhammad Khoirul Wafa Mohon Tunggu... Penulis - Santri, Penulis lepas

Santri dari Ma'had Aly Lirboyo lulus 2020 M. Berusaha menulis untuk mengubah diri menjadi lebih baik. Instagram @Rogerwafaa Twitter @rogerwafaa

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Belajar Teknik Menulis dari Novel John Steinbeck

5 Mei 2020   04:59 Diperbarui: 5 Mei 2020   04:57 504
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Entahlah. Itu opini orang. Saya gak berani bilang begitu, karena belum pernah baca semua karya Hemingway dan Steinbeck.

Of Mice and Men sendiri berkisah tentang persahabatan dua manusia gembel, George dan Lennie- sesosok lelaki bertubuh raksasa, tapi dengan otak seorang bocah. Gak perlu kiranya saya bahas jalan ceritanya.

Saya ingin membahas hal lain. Jadi, ada yang bilang kalau "di dalam logika cerita, yang terpenting adalah bagaimana menunjukan sesuatu, bukan mengatakan."

Ibarat dalam seni pidato, gestur tubuh juga penting. Selain diksi yang dipilih dalam naskah pidato itu sendiri. Bagaimana mengatur nada naik turun yang bisa mempengaruhi emosi audiens. Itu katanya ada tekniknya. Lihatlah potongan video pidatonya Adolf Hitler. Mau diakui atau enggak, dia jago dalam hal ini.

Teknik tutur cerita adalah seni. Bagaimana mengungkapkan cerita yang sederhana menjadi menarik. Bagaimana menyusun diksi. Bagaimana mempengaruhi dan membolak-balik emosi pembaca. Ini yang diburu oleh para penulis pemula, termasuk saya sendiri, ketika membaca novel sastrawan besar.

Mereka belajar teknik. Seperti halnya Pram menyerap bagaimana cara Steinbeck menuturkan ide. Jika anda hobi memasak, anda tidak akan minta dibuatkan makanan yang sudah jadi oleh koki, tapi anda akan langsung minta resep masakan. Agar nantinya bisa memasak sendiri seenak hidangan koki tadi. Kapanpun, dan dimanapun.

Kita bisa menangkap cara bertutur penulis hebat dan mempraktekkan dalam tulisan kita. Ide adalah satu masalah. Dan cara mengungkapkan ide adalah masalah lain. Memiliki gagasan luar biasa tapi tak tahu cara mengungkapkannya dengan baik adalah masalah besar.

Setidaknya agar bisa terus menerus menulis, kita harus memiliki karakter. Memiliki ciri khas. Dan kita perlu banyak belajar dari senior-senior kita. Membaca tulisan mereka. Bukan hanya menyerap idenya saja. Tapi juga mempelajari cara mengungkapkan ide itu dengan baik.

Jadi, seperti halnya film, jangan menikmati film cuma karena penasaran dengan ceritanya. Justru detil dari film itu lebih menggoda untuk dinikmati. Sinematografinya, dialognya, bahkan beberapa satire yang berusaha disembunyikan sang sutradara. Pandai-pandailah menemukan itu.

Dan di era digital seperti sekarang, mudah sekali untuk belajar kepada para senior. Meskipun kaki gak pernah melangkah ke luar rumah. Kita bisa melakukannya dari kamar. Gak seperti dulu, demi sebuah karya atau tulisan, harus rela panas-panasan hujan-hujanan berebut ke perpustakaan atau toko buku. Sekarang telepon genggam bisa disulap menjadi perpustakaan yang luar biasa lengkap.

Sekian dan terimakasih.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun