Mohon tunggu...
Muhammad Khoirul Wafa
Muhammad Khoirul Wafa Mohon Tunggu... Penulis - Santri, Penulis lepas

Santri dari Ma'had Aly Lirboyo lulus 2020 M. Berusaha menulis untuk mengubah diri menjadi lebih baik. Instagram @Rogerwafaa Twitter @rogerwafaa

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Norwegia Wood, Haruki Murakami, dan The Beatles

29 April 2020   04:38 Diperbarui: 29 April 2020   04:40 248
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hiburan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

CATATAN TENTANG NORWEGIAN WOOD, HARUKI MURAKAMI, DAN THE BEATLES

"I once had a girl, or should I say, she once had me... She showed me her room, isn't it good, Norwegian wood?" The Beatles, Norwegian Wood.

Saya begitu penasaran dengan novel Haruki Murakami yang diberi judul dengan lagu itu. Sastrawan Jepang satu ini berhasil menembus pangsa pasar dunia dengan karyanya tersebut. Novelnya diterjemahkan dalam sekian bahasa. Termasuk Inggris dan Indonesia. Saya gak tahu sudah berapa negara yang menerjemahkan novel ini. Sebab ini termasuk bacaan sastra lawas yang sering sekali saya temukan review positifnya.

Judul aslinya Noruwei no Mori terbit tahun 1987 M. Gosipnya, novel ini begitu populer di Jepang. Sampai seolah-olah setiap rak rumah di Jepang memiliki buku ini. Padahal novel lain Murakami banyak. Tapi salah satu yang paling terkenal ya ini.

Saat melihat plot cerita yang mengandung genre romantis, rasanya novel ini belum cocok untuk seusia saya. Yang cuma bisa saya nikmati ya paling hanya tutur kata penulisnya. Bagaimana dia bercerita. Bagaimana dia membawa suasana. Ceritanya sih saya gak begitu tertarik. Gak begitu penting mungkin malah. Apalagi ini tergolong bacaan orang dewasa. Entahlah...

Satu hal, buku digitalnya "susah dicari". Untung saja novel terjemahan bahasa Indonesia nya kalau gak salah bukan terjemahan versi Inggris. Kalau iya, gimana jadinya? Novel terjemahan yang diterjemahkan dari novel terjemahan pula. Hilang sudah cita rasa penulis aslinya. Jelas saya gak mungkin baca versi aslinya yang berbahasa Jepang.

Untuk mengobati rasa penasaran, coba baca-baca versi preview. Gak dibaca pelan, tapi dengan skimming. Meloncat-loncat seperti saat scroll Instagram. Hehehe...

Saya gak mau termakan opini orang yang mengatakan Haruki Murakami membangun cerita dengan dialog. Cerita yang lambat. Dan bagi sebagian orang akan membosankan. Benarkah? Biasanya ada dua tipe novel dan cerita. Kisah yang dibangun berdasarkan monolog, atau berdasarkan dialog. Tapi sekali lagi, itu kembali ke selera kita masing-masing.

Seperti menikmati sebuah kopi. Apa yang anda nikmati? Apakah anda haus? Lalu langsung meneguknya habis. Ataukah anda menikmati aromanya? Atau bahkan menikmati rasanya? Mungkin penikmat kopi sejati gak akan begitu saja menghabiskan minumannya sekali teguk. 

Tapi dinikmati dalam suasana rintik, sambil ditemani seseorang. Sembari mendengarkan musik klasik. Dicium aroma wanginya. Dan diseruput pelan-pelan. Begitu jugalah sebagian orang menikmati sebuah buku. Kalau sekedar haus dan penasaran dengan cerita ya tak usah baca novel. Hehehe.

Cuma biar lega hati, "oh ternyata sekilas isinya begitu." Untuk menikmati bacaan secara utuh butuh mood. Saya belum memiliki alasan untuk membaca serius novel ini. Kalau dianalogikan dengan minum kopi, membaca buku ini saya masuk golongan orang yang sekedar haus. Bukan penikmat.

Saat baca-baca review dari Goodreads dan forum diskusi, banyak quote bagus yang diambil dari buku ini.

Tentu bagus itu ya perspektif. Jadi saya gak perlu menulis itu disini.

Ngomong-ngomong, Norwegian Wood sendiri adalah salah satu judul lagu The Beatles. The Beatles demikian populer pada masanya. Judul novel yang diangkat dari lagu sebuah band yang legendaris. Menarik rasanya. Sebenarnya apa sih, hubungan cerita ini dengan lagu itu?

Tidak perlu memaksakan diri membaca sebuah buku. Hanya karena semua orang bilang bagus. Selera setiap orang berbeda. Meskipun semua orang bilang buah durian itu enak, saya tetap aja gak suka. Tapi saya gak berhak dan gak etis mengatakan durian itu gak enak hanya karena saya gak suka. Memberikan review, harus memiliki penilaian yang objektif. Bukan sekedar opini pribadi.

Saran saya, bacalah sesuatu yang sesuai dengan mood dan selera saja. Kalau cuma mengobati penasaran, rasanya akan buang-buang waktu. Entahlah...

Katanya jangan baca buku ini saat sedang lelah. Dan depresi. Karena ceritanya akan semakin menggangu kehidupan nyata. Tapi bacalah saat sedang butuh hiburan dengan kata, bukan dengan cerita.

***

Kadang sebuah karya besar lahir dari ketidaksengajaan. Tidak ada niat sama sekali untuk menulis karya tersebut jadi luar biasa. Niatnya ya pingin sekedar menulis sesuatu. Idenya sederhana. Tapi sambutan dari pembaca ternyata luar biasa.

Sedangkan kadang ada yang berambisi membuat masterpiece. Dengan sepenuh hati dikerjakan. Dengan teliti sampai ke detilnya. Membuat karya yang betul-betul sempurna menurut dirinya. Tapi begitu dilempar ke masyarakat, tidak begitu mendapat sambutan hangat.

Itu mungkin seperti kisah dalam foto di album The Beatles. Album Abbey Road. Foto yang bagi saya nampak sangat klise dan sangat biasa. Saya gak ingin mengecewakan fans The Beatles. Tapi kalau boleh bilang, itu kan cuma foto empat orang menyebrang zebra cross.

Tapi foto itu begitu menginspirasi banyak orang. Demikian legendaris. Demikian fantastis. Katanya foto itu sendiri hanya dibuat sekitar sepuluh menit. Di depan studio musik sendiri pula.

Ngomongin sampul album Abbey Road, saya jadi ingat foto terkenalnya Ernesto Che Guevara itu.

Fenomena semacam tadi adalah salah satu keheranan saya akan misteri sebuah karya bisa sukses dan terkenal. Jadi kadang sebuah karya itu terkenal bukan karena benar-benar bagus. Tapi kadang karena sedang beruntung. Entahlah.

Bagaimana menurut anda?

Minggu, 26 April 2020 M.
Selamat pagi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun