Untuk melestarikan cerita semacam ini, kita harus banyak membaca. Cerita semacam ini sudah hampir punah. Sayang sekali saat tak ada lagi yang peduli. Padahal, ini juga warisan leluhur kita. Padahal nilai-nilai moral dan nasihat yang disisipkan begitu banyak.
Wong bahasa krama inggil yang baik dan benar saja sepertinya sudah hampir punah...
Dikira saya paham babagan wayang? Jangankan paham... Membaca rampung epos Mahabarata saja belum pernah. Apalagi mau mengurut versi pewayangan mana. Jawa, India, atau bahkan daerah lain yang belum saya tahu. Untuk Indonesia sendiri saja katanya banyak versinya.
Sekarang ini kendala literasi bukan lagi pada ada atau tidak buku yang mau dibaca. Tapi masalah besarnya adalah punya kemauan membaca atau tidak.
***
Saya selalu suka topik sejarah. Dan dalam hal ini saya benar-benar awam dengan sejarah bangsa sendiri. Tak banyak yang saya tahu. Selain karena kurangnya bacaan, sejarah bangsa sendiri juga agak rumit.Â
Untuk mengurutkan potongan peristiwa yang terserak menjadi logis. Saya malah lebih suka membaca tentang perang dunia kedua. Selain karena dulu pernah terobsesi dengan game Heart of Iron IV. Salah satu game strategi terbaik bertema perang dunia kedua yang pernah saya tahu. Ditambah lagi, film tentang perang dunia kedua ada banyak sekali yang bagus-bagus.
Mohon pencerahannya...
Jumat 17 April 2020 M.
Di suatu pagi teringat cerita mbah saya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H