Mohon tunggu...
Muhammad Khoirul Wafa
Muhammad Khoirul Wafa Mohon Tunggu... Penulis - Santri, Penulis lepas

Santri dari Ma'had Aly Lirboyo lulus 2020 M. Berusaha menulis untuk mengubah diri menjadi lebih baik. Instagram @Rogerwafaa Twitter @rogerwafaa

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Hongpimpa Alaihong Gambreng dan Makna Filosofis dari Tuhan Kembali ke Tuhan

14 April 2020   06:43 Diperbarui: 14 April 2020   07:17 1312
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Saya ingat dawuhnya Gus Bahak, beliau mengutip dawuh sufi, bahwa kehidupan adalah pemberian dari Allah untuk kembali kepada Allah... Demikian pula kematian.

Menurut pakar bahasa, "Hong","hom", atau "om" memiliki arti Tuhan. Itu mirip kita temukan dalam salam umat non muslim, "Om su asti astu". Om, berarti Tuhan. Su berarti baik. Asti berarti berada. Sedangkan Astu punya makna semoga. Jadi, kurang lebih jika diterjemahkan menjadi "Semoga selamat atas rahmat Tuhan". Itu yang saya baca dari sebuah sumber yang saya sudah lupa dimana.

Kenapa harus ada "gambreng" segala? Ya ini kan untuk anak-anak. Gambreng itu bisa diartikan kalau kita mengadakan baris berbaris, berarti sesudah mengucapkan aba-aba "siap", kemudian dipertegas dengan kata "grak!".

Orang dulu pandai sekali menanamkan nilai-nilai moral. Bahkan permainan anak kecil saja ada pelajarannya. Saya gak tahu, tapi dilihat secara eksplisit petuahnya bagus sekali. Sejak kecil sudah dibiasakan dengan hal semacam itu. Sekarang apakah kita bisa mentradisikan hal semacam itu? Mengajarkan kebudayaan secara halus dan diam-diam, dalam sebuah permainan yang dilakukan setiap anak kecil pada masa itu.

Kalau kita bermain hongpimpa, biasanya menggunakan tangan. Terserah pilih sisi yang putih atau hitam. Nha, ternyata di situ juga ada pelajaran. Saya pernah baca itu di sebuah forum diskusi. Jadi, saat bermain hongpimpa kita dituntut legowo dan nrimo ing pandum. Kita berani mengambil konsekuensi dari sisi tangan hitam atau putih yang kita pilih. Berarti kita sanggup untuk bertanggung jawab atas tindakan kita tersebut. Jika kita kalah. Apapun keputusan yang kita ambil, harus siap dengan segala akibatnya.

Hongpimpa juga mengajak kita bermusyawarah. Mengajarkan nilai-nilai kerukunan sejak dini. Menghargai dan menerima pendapat dari setiap orang yang ada di komunitas. Bukankah itu bagus?

Betapa orang dulu mengajar anak kecil dengan budi luhur. Lewat permainan, atau lagu-lagu Jawa kuno. Sekarang semua itu sudah hampir gak ada. Gak begitu kita lestarikan. Tergantikan oleh permainan gawai. Akankah gak sayang, jika nilai-nilai mulia itu juga akhirnya hilang. Dan anak cucu kita gak tahu?

Selamat pagi...

Selasa, 14 April 2020 M.
Terimakasih telah membaca. Jangan sungkan untuk mengoreksi dan berbagi pengalamannya...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun