Sekitar tahun 2008 lalu, mungkin acara Opera Van Java memulai debut. Seingat saya. Program komedi yang idenya berasal dari mas Whisnutama ini seperti dirancang sebagai tema yang out of the box.Â
Dulu pertama kali tayang, belum dapat jatah setiap hari. Hanya sekian hari sekali tiap minggunya seingat saya. Sebab saya pernah jadi penonton setia saat masih sekolah menengah dulu.
Ciri khas yang sederhana tapi segar, dan apa adanya. Guyonan yang memang gak dibuat-buat. Natural sekali lawakan mereka dulu. Di hati saya Opera Van Java dengan komposisi lawas hanya bisa digantikan oleh guyonan cerdas dari konsep acara seperti PeristawaNet punya Cak Lontong. Lucu yang apa adanya.
Tentu saja semua orang punya selera. Saya suka begini anda suka begitu. Tidak sama sekali menjadi masalah. Dalam konsep seperti apapun, sebenarnya Opera Van Java akan tetap memiliki penggemar. Itu sudah jadi hukum alam.
Seiring rating acara yang terus naik, acara tersebut makin gencar. Jadwalnya makin padat. Hingga akhirnya menyaingi sinetron jadi setiap hari. Saya pikir apakah mungkin jika setiap hari on air, kualitas akan tetap terjaga? Meskipun itu hal lucu, tapi jika setiap hari melihat hal lucu yang sama, akhirnya jadi gak lucu sama sekali. Malah membosankan. Tapi Opera Van Java pada awal-awal, menurut saya mematahkan mitos itu. Rating dan tingkat share acara terus naik.
Tapi akhirnya satu persatu komposisi asli mereka runtuh. Sule pertama kali keluar. Andre Segera menyusul.
Komposisi yang sudah sangat pas jadi tidak "klop" lagi menurut penilaian orang. Mereka yang nonton akhirnya lama-lama jadi bosan, dan banyak yang mengatakan sudah gak seperti dulu lagi.Â
Bisa ditebak, rating acara akhirnya turun drastis. Opera Van Java ibarat Srimulat yang seolah memiliki paduan pas tersendiri. Mereka berhasil membangun merk.
Acara yang semula dapat jatah di jam prime time, terpaksa pindah jadwal tayang. Seingat saya jam lima sore atau jam empat. Gak begitu ingat. Seolah-olah sudah "sekarat". Tapi tetap dipertahankan jangan sampai gulung tikar.
Ya akhirnya kita tahu Opera Van Java tidak tayang lagi beberapa saat setelah itu.
Entahlah ini nasib, keberuntungan, atau bagian dari strategi marketing, lama-lama banyak yang kangen. Akhirnya muncul program "Kangen OVJ". Menampilkan tayangan ulang OVJ lama yang dinostalgiakan. Ditayangkan ulang.
Saya gak mengikuti, karena lama gak nonton TV. Tahu-tahu saja Opera Van Java muncul kembali. Dengan komposisi yang serba baru. Termasuk menghadirkan artis-artis anyar. Dan gabungan komposisi lawas yang masih tersisa.
Tapi kemarin akhir bulan Maret, Aziz Gagap pamit. Kontraknya habis akhir Maret lalu. Dan ia belum bersedia tanda tangan untuk perpanjangan.
Setelah Sule, Andre, Nunung, bahkan Aziz keluar, sekarang hanya tersisa mas Parto sebagai personil asli.
Opera Van Java hari ini sudah jauh berubah. Dulu penonton yang menyaksikan live dari studio bisa tertawa demikian lepas. Guyonan mereka benar-benar apa adanya. Sejak zaman Rina Rose masih jadi sinden dalang Parto, hingga kini Rina jadi pemain tetap. Dulu OVJ selalu menghadirkan ide segar dengan mendatangkan bintang tamu seperti Olga Syahputra, Bolot, bahkan Desta.
Bahkan dengan ide cerita yang sama sekali gak lucu saja tetap bisa jadi bahan guyonan. Cerita rakyat, legenda Sangkuriang, atau dongeng Kera Sakti misalnya. Lha wong cerita edisi malam Jumat yang menyeramkan dan bercerita tentang hantu saja oleh Parto dan kawan-kawan tetap jadi dagelan. Mereka ini sudah dasarnya orang lucu dan memang suka bercanda.
Sekarang OVJ menurut saya hanya tinggal sebuah nama. Namanya saja Opera Van Java, tapi isinya benar-benar lain dari dulu pertama kali mengudara.
Setelah Aziz tiada lagi di OVJ, akankah OVJ tetap bisa bertahan? Yang paling pusing kepala tentu saja tim kreatif. Tapi, kita lihat saja nanti.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H