Keputusan Aziz Gagap untuk mengundurkan diri dari Opera Van Java tentunya amat disayangkan banyak penggemar. Apalagi Aziz termasuk pemain lama, dan anggota paling senior sejak OVJ memulai debut pertama kalinya sekitar dua belas tahun silam.
Aziz ingin memulai kehidupan baru yang sederhana, di pesantren yang dia miliki. Aziz ini ternyata punya pesantren juga di rumah. Ia sementara waktu mungkin ingin ngopeni itu. Sambil menikmati kebersahajaan dan ketenangan hidup.
Saya juga kaget. Tapi itu termasuk keputusan berani yang patut dihargai.
Meskipun bahasanya adalah "saya istirahat sementara", tapi saya gak bener-bener yakin juga kalau Aziz akan kembali lagi. Mungkin saja Aziz akan benar-benar berhenti dari dunia hiburan. Tidak seperti kawan karibnya, Sule, yang pindah ke televisi sebelah.
Meninggalkan apa yang sudah dimiliki, saat berada di puncak karir adalah hal yang luar biasa bagi banyak orang.
Tapi bukankah hidup itu ya sawang sinawang. Dari mimik mukanya, walaupun saya juga bukan ahli menilai gerak wajah, Aziz ini bisa lebih "jujur" bercerita saat berdua di Podcast om Deddy Corbuzier daripada pas acara pamitan. Saya belum pernah lihat Aziz seserius itu semenjak pertama kali menyaksikan acara-acara televisi yang dibintanginya.
Apa sih pentingnya mbahas ini?
Gini maksud saya. Sederhana, cuma ingin mengatakan bahwa kaya raya, tenar, disanjung, punya banyak penggemar, itu bukan jaminan. Aziz sendiri mengatakan itu. Ia pernah mengalami masa sulit, dan masa senang. Setidaknya banyak orang yang bermimpi ingin mengambil posisi Aziz. Tapi dia sendiri malah meninggalkan posisi tersebut. Mungkin ada yang mengolok-olok kalau keputusan itu terlalu gimana. Tapi saya kira apapun itu, patut diapresiasi.
Sepanjang menyangkut prinsip hidup.
Dan semua orang tentunya pernah mengambil keputusan besar. Sudahlah...
Dengan jujur Aziz mengatakan, dulu pas masih belum terkenal, hanya punya uang sepuluh ribu rupiah misalnya, makan ya sepiring. Sekarang udah terkenal, punya uang ratusan juta, makan juga tetap sepiring.
Sederhana sekali ya...
Kalau yang dicari-cari setelah kerja keras dibela-belain gak tidur, segala macem, ternyata adalah agar bisa santai dan istirahat dengan tenang, kemudian bisa makan, sebenarnya dari awal orang sudah memiliki itu semua. Hanya saja kurang bersyukur. Dan kurang menyadari.
Saya ingat cerpen ini intisari.grid.id.
Banyak orang mengira yang mereka cari-cari dalam hidup adalah menjadi Bill Gates. Punya perusahaan investasi Berkshire Hathaway. Atau duduk jadi direktur utama Alibaba.
Mereka hanyalah contoh, betapa kita yang hidup sederhana namun bahagia inilah, sebenarnya sesuatu yang ingin dicapai di hati kecil banyak orang. Jack Ma sendiri mengakui, baginya lebih sulit menghabiskan uang daripada menghasilkan uang. Kebalik ya dengan banyak orang lain? Tapi dia memilih pensiun sekarang. Padahal usianya baru 55 tahun saat berhenti. Banyak loh pimpinan perusahaan lain yang jauh lebih tua dan belum ingin berhenti.
Jadi, hidup adalah tentang rasa syukur.
Segalanya tidak selalu diukur dengan nilai. Dengan seberapa banyak, dengan seberapa luas, atau seberapa jauh. Kadang, sedikit itu berarti banyak. Dan banyak hanya berarti sedikit. Sebab dibalik itu ada hal lain yang tak bisa diungkapkan dengan kalimat apapun.
Tanpa hal itu, memiliki apapun, mencapai apapun, tak pernah ada kata puas. Bahwa ada konsekuensi yang ditanggung saat memiliki beban yang kian berat. Semakin kaya dan semakin terkenal, kadang semakin tidak tenang hidup seseorang. Ada rasa gejolak tentang hal-hal yang tak terpuaskan.
Punya Harley Davidson, ingin Rolls-Royce. Punya Ferrari ingin beli Bugatti. Punya Lamborghini ingin memiliki pesawat jet pribadi. Punya rumah mewah ingin beli pulau. Bahkan saat punya perusahaan berkelas dunia, ingin jadi presiden Amerika. Sudah jadi presiden Amerika pun, ingin jadi presiden Amerika dua periode.
Tak ada habisnya jika mata rantai itu tidak segera diakhiri.
Kebahagiaan kecil kadang lenyap karena dikomersilkan. Mengejar popularitas, mengejar harta, atau apalah... Sehingga lupa untuk apa kita sebenarnya sedang melakukan sesuatu.
Belajar karena mengejar gelar, jadi lupa sebenarnya kita membaca untuk mengubah diri sendiri. Menulis untuk mengejar popularitas, sehingga lupa sebenarnya kita sedang mencatat apa yang berguna untuk diri kita sendiri. Bekerja untuk mengejar kekayaan, sehingga lupa sebenarnya kita banting tulang untuk nindakne dawuhe kanjeng nabi Muhammad Saw.
Jumat, 10 April 2020 M.
Tidak bermaksud apa-apa.
In Frame: Leonardo Dicaprio "adalah kita"... ^_^
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H