Tanggal 6 Juni 1944 adalah hari bersejarah. Dikenal dengan D-Day. Hari H. Hari dimana Operation Overload dijalankan di semenanjung pantai Normandia.Â
Begitu bersejarahnya hari itu, karena ada jutaan orang dari pulau berbeda yang memasuki daratan Eropa dalam satu hari. Dalam satu tempat. Mereka punya satu tujuan.
Hari operasi yang ada di kategori Top Secret ini sangat-sangat dirahasiakan. Adolf Hitler tahu, sekutu akan segera mendarat di Eropa. Cepat atau lambat.Â
Makanya dia bersiap-siap membangun Atlantic Wall. Benteng pertahanan Atlantik, yang disiapkan untuk menahan pasukan sekutu pimpinan jenderal Dwight David Eisenhower. Jenderal Ike. Jenderal bintang lima yang nantinya jadi presiden Amerika serikat. Punya program tol Eisenhower segala macem...
Pentingnya kerahasiaan operasi ini disadari, sebab operasi amfibi tergolong sulit.
Hitler sendiri konon mengatakan, "Dalam peperangan, hancurnya pendaratan musuh adalah faktor satu-satunya yang menentukan dan karena itu menentukan hasil akhirnya."Â
Jika musuh mampu dipukul mundur saat mereka mendarat, kerugian mereka sangat besar. Mereka butuh waktu yang panjang sekali lagi, untuk menyusun rencana, mempersiapkan pasukan, dan segala macam keruwetan lain yang dipahami betul oleh mereka yang terjun di dunia militer.
Salah satu karya yang komprehensif merangkum banyak untold story dalam episode D-Day mungkin buku Stephen E. Amborse.Â
Buku ini konon berdasarkan pada keterangan yang dihimpun di Eisenhower Center di universitas Orleans, yang sempat ia pimpin. Eisenhower Center sendiri memiliki lebih dari 1.300 memoir dan pengalaman langsung para serdadu yang terjun pada Operation Overload.Â
Merekam cerita-cerita para saksi hidup perang dunia kedua yang ada di palagan Eropa. Saya membayangkan, mungkin akan ada kontradiksi atau semacamnya. Kadang ada kejadian "aku melihat ini, dan dia melihat itu" pada satu tempat yang sama. Entahlah...
Jadi saat kita mendengarkan kisah dari mereka yang mengalami, akan beda rasanya dengan membaca rilis resmi.
Profesor Stephen E. Amborse sendiri adalah orang yang menulis buku Band of Brothers. Buku yang mengilhami mini seri HBO garapan Stephen Spielberg dengan judul sama.Â
Dia juga sempat jadi konsultan sejarah untuk film Saving Private Ryan. Salah satu guru sejarah pertamanya adalah Forrest Carlisle Pogue Jr. Tokoh yang konon menjadi sejarawan D-Day pertama di dunia.
Sejujurnya saat membaca buku karya pak PK. Ojong, yang Perang Eropa tiga jilid itu agak kurang puas. Pembahasannya terlalu luas, dan kadang agak "random".Â
Satu bagian sangat mendetil, tapi bagian lain hanya singkat saja. Maka saat ada buku yang khusus mbahas D-Day, menarik juga. Sebenarnya buku tentang D-Day banyak sekali.Â
Tapi menurut saya ini karya Profesor sejarah Universitas New Orleans ini bagus. Karena beliau juga pernah jadi direktur Eisenhower Center. Tapi, entahlah...
Beberapa fakta baru yang benar-benar baru bagi saya banyak sekali. Saya sendiri masih sangat hijau dalam masalah sejarah. Tidak ada satu kalimat dari saya yang perlu dijadikan rujukan. Ini cuma seru-seruan.Â
Mungkin satu contoh adalah fakta bahwa mendekati akhir perang, Jerman punya satu senjata baru. Pesawat tempur pancar gas kembar ME-262. Pesawat ini sebenarnya jika berhasil diproduksi besar-besaran dan digunakan secara masif, dapat mengubah jalannya perang udara.Â
Karena teknologi yang dimiliki tidak dapat ditandingi oleh pesawat sekutu manapun. Kecepatannya saja mencapai 520 mil perjam, lebih cepat 120 mil perjam dari pesawat sekutu manapun.
Yang menarik menurut saya dalam bagian ini adalah data dalam sebuah laporan rahasia kepada Eisenhower. Ternyata setelah perang usai, diungkap tentang pengakuan sekutu bahwa senjata baru ini sebenarnya mampu dengan bebasnya menerobos formasi pesawat pengebom yang dikawal pesawat pemburu.Â
Pernah, tapi mohon dicek kembali faktanya, konon dalam operasi tanggal 18 Maret 1945, empat belas regu pesawat tempur yang mengawal seribu lebih pengebom medium kelas B-17 menuju Berlin dihadang hanya oleh satu skuadron ME-262.Â
Ribuan pesawat dibuat kelabakan. Dua puluh lima pengebom dan lima pesawat tempur sekutu tumbang. Sementara seluruh unit dalam satu skuadron Luftwaffe selamat. Luar biasa sebenarnya, untuk rasio jumlah 100 lawan satu.
Disadari, ini menjadi momok menakutkan untuk jenderal Ike. Seandainya pesawat itu tampil besar-besaran menghadang pendaratan di Normandia, operasi D-Day mungkin saja akan menemui kegagalan.
Tapi Luftwaffe pada akhir perang dunia adalah kesatuan yang sudah "sekarat". Sumberdaya manusia dan sumberdaya alam dirasa tidak memungkinkan.Â
Bahan bakar pesawat ini sintetis, salah satunya dibuat dengan cara "gila". Panen kentang yang difermentasi jadi alkohol. Darimana bisa dapat hal semacam itu di masa kritis? Tapi entahlah. Saya tidak bisa menilai.
Ada fakta menarik apalagi di buku ini? Masih banyak sekali tentunya. Bersambung dulu yah... Capek nulisnya.
Minggu 05 April 2020 M.
Weekend di rumah aja. Berasa lagi kuliah matkul sejarah. Nyatet keterangan dosen.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H