Mohon tunggu...
Muhammad Khoirul Wafa
Muhammad Khoirul Wafa Mohon Tunggu... Penulis - Santri, Penulis lepas

Santri dari Ma'had Aly Lirboyo lulus 2020 M. Berusaha menulis untuk mengubah diri menjadi lebih baik. Instagram @Rogerwafaa Twitter @rogerwafaa

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Kitab Lubbul Ushul

24 Maret 2020   07:37 Diperbarui: 24 Maret 2020   07:34 979
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam masalah pedalaman fikih orang bisa "santai", belajar fikih sesuai kebutuhan. Tidak harus langsung jadi ahli. Atau sampai tahu masalah yang ndakik-ndakik. Setidaknya demikian yang berhasil saya tangkap dalam salah satu dawuh imam Ghazali. Wallahu a'lam.

Tiba-tiba pikiran melayang jauh. Sebuah kitab saya yang lama hilang itu. Salah satu kitab kesayangan saya waktu masih di pondok, Ghoyatul Wushul. Bukan harganya. Tapi kitab itu sudah penuh coretan saat ngaji sebulan sekali bersama Kiai Azizi Hasbullah Blitar. Kemana hilangnya? Tak pernah saya tahu.

Kitab tersebut salah satu kitab yang menyimpan banyak berkah. Bukan saja karena sanad matan Lubbul Ushul, yang sampai kepada matan Jam'ul Jawami'. Kitab Jam'ul Jawami' ini luar biasa. Kitab mutaakhir yang merangkum pola pemikiran Ushul fikih lama yang terbelah. Saya tidak bisa ingat persis. Dulu tarekat pemahaman Ushul fiqih itu terbelah di madzhab apa dan apa. Dan hadirlah ulama muhaqqiq sekelas imam Taj as-Subki, yang hadir menjembatani. 

Makanya penting ketika belajar Ushul, perlu tahu sejarahnya. Artinya kitab Jam'ul Jawami' sebenarnya khusus buat yang sudah berpengalaman. Dan sudah membaca yang lebih "mudah" seperti minhajul wushul imam Baidhowi itu. Sudah punya pijakan kuat, barulah belajar Jam'ul Jawami'. Sayangnya belum pernah tabarrukan sampai khatam. Dulu belajarnya gak sampai tamat.

Bagian akhir Lubbul Ushul membahas masalah ilmu Kalam. Dan sedikit mabadi' tashawuf. Unik sebenarnya. Agak keluar dari koridor pembahasan inti, yang berkutat masalah Ushul fiqh. Atau tidak, sebab di mukadimah Syaikh Zakaria al-Anshori sudah menggarisbawahi bahwa ini adalah kitab "mukhtashar ushulain", ringkasan dua ilmu Ushul, Ushul fiqh, dan Ushuluddin. 

Maka pembahasan Kalam di babagan akhir kitab tersebut menarik. Nulis ini cuma ingin sekedar ngiling-iling. Bernostalgia di bagian yang menarik buat saya. Bukan berarti saya punya kapasitas menjelaskan. Namanya ngiling-iling kalau disambi nulis, biasanya lebih lama ingatnya. Seperti orang belajar lagi, tapi disambi mengajar. Nulis ini cuma sekedar tabarrukan dengan ulama besar Syaikhul Islam Zakaria al-Anshori. Selalu ditekankan, kalau pingin secara serius jangan sampai mengandalkan bacaan sepotong-sepotong. Harus ada gurunya.

***

Di awal-awal sudah lebih dulu diberi mukadimah. Masalah memahami ilmu Kalam ini gak boleh taqlid. Jadi memang harus paham sendiri. Nggak boleh jarene wong iku, atau sepertinya pemahamannya begini begitu. Harus jelas. Ini bisa dipakai untuk diri sendiri. Wallahu a'lam.

Ada bagian yang membahas penduduk surga bisa sowan gusti Allah SWT, ada yang membahas masalah syaqiy wa sa'id, bahkan membahas adanya karomah para kekasih Allah SWT. Termasuk qoul tentang jangan sampai mengkafirkan siapapun. Sudahlah, kita semua saudara muslim. Orang yang ingkar sebagian shifat kan bukan berarti ingkar maushuf. 

Sungguh menyejukkan. Ngislamke satu orang itu susahnya bukan main, kok dengan mudahnya mengkafirkan orang yang sudah masuk Islam. Ada juga tentang sekelumit kisah waliyullah Syaikh Junaid, yang khumul dalam fikih. Ternyata selain ada waline Gusti Allah SWT yang khumul dalam penampilan, ada yang khumul juga dalam pengetahuan. Maka ngaji Lubbul Ushul Benar-benar ngaji tabarrukan.

Mabadi' tashawuf beliau mendasari bahwa mukmin itu yang pertama harus "ma'rifat". Ini sekedar istilah. Jadi frasa tersebut tidak perlu diterjemahkan, karena saya belum tahu padanan kata yang tepat. Untuk menjelaskan maksud satu baris ini, atau bahkan satu kalimatnya, saya percaya butuh berpuluh halaman. 

Sederhana tapi mancep. Bagaimana seseorang bisa khauf, raja', dan akhirnya bisa nderek aken semua dawuh kanjeng nabi Muhammad Saw, adalah berawal dari memahami istilah ma'rifat yang dijelaskan Syaikh Zakaria al-Anshori ini. Ini adalah pemahaman mendalam hadis "wa maa yazaalu 'abdi yataqarrabu ilayya binnawafil" yang terkenal dalam sahih Bukhari itu. Jika sikap takwa seorang hamba belum bisa sempurna, jangan-jangan kurang meresapi makna dawuh "awwalul wajib, ma'rifat..." dst.

Bahkan ada sedikit penjelasan tentang maksud dawuh Sayyidah Rabi'ah 'adawiyyah yang terkenal itu, istighfaruna yahtaaju ila istighfar. Ini bukan ilmu biasa-biasa menurut saya. Sudah kelas duwur. Untuk dikutip dalam sebuah kitab Ushul.

Saya nggoleki cukup lama pas diskusi seorang Arab pedalaman itu, tiba-tiba saja sekilas ingat. Menarik, karena jawaban sederhananya itu sangat masuk akal. Kurang lebih intinya dawuh "wong sampean tahu ada kotoran binatang begitu kan berarti jelas sekali kalau ada binatangnya. Meskipun mbuh dimana. 

Sampean lihat ada jejak kaki, kan berarti ada manusianya. Gak mungkin ada sendiri tiba-tiba. Nha, kita setiap hari lihat langit bumi yang luasnya luar biasa itu masak terus masih ragu? Lihat laut yang demikian jembar. Masih bimbang? Ya jelas-jelas Gusti Allah SWT itu ada. Siapa lagi kalau bukan Gusti Allah SWT yang menciptakan."

Ahad, 08 Maret 2020 M.
Kapan-kapan bisa disambung lagi ngobrol santainya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun