Mohon tunggu...
Kampret Semedi
Kampret Semedi Mohon Tunggu... -

Manusia yang baru belajar menulis, sehabis semedi, agar bisa turut sekedar berbagi , meski hanya berita basa basi.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Filosofi Tahi

17 Juni 2016   22:11 Diperbarui: 17 Juni 2016   22:13 235
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tahi, orang sering menulisnya tai. Menjadi bahasa makian sehari hari, bila sedang kesal, "Ta..** sensor". Padahal apa salah tahi, sehingga dia dijadikan bahan ejekan, bahkan umpatan yang bermakna kasar dan menghina?

Tahi juga sering dijadikan ungkapan, seperti "Hangat hangat tahi ayam" atau "Bila cinta sedang melekat, Tahi ayam rasa coklat ".Aku heran mengapa ada ungkapan seperti itu , padahal tahi dari ayam tidak disebut tahi ayam tapi tahi kotok, dan apa ia orang pernah makan tahi ayam saat sedang jatuh cinta,sehingga dia tahu rasa  eenya ayam itu seenak rasa coklat ?

Bicara tentang filosofi tahi, tahukah kamu bahwa tahi memiliki sebuah filosofi yang sangat mendalam. Tentu saja ini tak ada dibuku ajaran filosofi manapun, karena ini murni hasil kecapan seorang kampret saat sedang duduk di bangku kuliah. Jadi kebenarannya tentu tidak dapat dipertanggungjawabkan.

Kembali pada filosofi tahi. Menurut kamus persemedian, tahi dalam proses sakralnya memegang hajat hidup orang banyak. Bayangkan bila tahi tahi itu menumpuk diperut, tanpa bisa dikeluarkan! Sembelit  bukan? Pernah bayangkan sembelit seminggu ? Bagaimana sakitnya prosesi membuang hajat itu, bila sembelit berminggu minggu? Pasti sakit bukan? Sambil tunjuk sakitnya  tuh disini. Tunjuklah sendiri sesuka hati, dimana sakitnya itu terasa.

Kita tahu Tahi adalah kotoran tubuh. Dia dihasilkan dari sisa sisa makanan yang tidak dapat lagi diolah, Bila tak dikeluarkan, tentu akan menimbulkan sembelit, perut melilit  dan lama lama  menjadi penyakit.

sakit-576412b67993731f0ad14207.jpg
sakit-576412b67993731f0ad14207.jpg
Sama seperti tubuh fisik, jiwapun memerlukan makanan. Maka tak heran orang membaca banyak buku buku rohani, mendengarkan ceramah, Membaca kitab kitab suci, agar cukup asupan gizi bagi tubuh jiwa. 4 sehat 5 sempurna bagi jiwa adalah Baca, Dengar, Pahami, Jalani, Doa. Ditambah Iman dan Taat,  maka jiwa menjadi kuat dan berkah. 

Namun sayangnya seringkali jiwapun kita beri makanan junk food dan racun tak terolah , berupa film film "XYZ", bacaan atau makanan lain yang tak dapat diolah oleh jiwa, dan menjadi kotoran jiwa. Ya sama seperti tubuh fisik, jiwapun bisa menghasilkan tahi tahi jiwa hasil makanan jiwa yang tak bisa diolah.

Kembali pada filosofi tahi tadi, kotoran harus dibuang, bila tidak, maka akan menimbulkan sembelit, dan lama lama akan menjadi penyakit! Penyakit jiwa dari sembelit adalah munafik, rasa bersalah yang terpendam, dan rasa bersalah yang terpendam lebih kejam dari hukuman penjara, karena dia menyiksa tanpa batas waktu yang jelas.

Tahi, jangan jadikan dia makian kasar saat kamu marah. Karena tahi , memiliki hajatannya sendiri. Dia memiliki filosofinya sendiri. Dia membuat perutmu lega, saat kau buang dia dalam jamban. Dia membuat hatimu lega saat kau akui dia dan membuangnya dalam jamban hidupmu. 

Tahi dibuang tidak untuk dipungut kembali. Seperti tidak mungkin kau makan tahimu saat kau lapar bukan? karena yang sudi memakan tahimu hanya Lele di Kolam.... Eeeehhh. Seperti itu juga tahi jiwamu, tak mungkin kau lakukan lagi salah dan dosa yang sama bukan, bila itu sudah kau buang sebagai tahi dalam jamban hidupmu.

Ajaibnya Tahi yang kau buang sebagai kotoran, bisa menjadi pupuk bagi tanaman, makanan bagi ikan, dan Alam mampu mendaur ulang semua itu, menjadi berkah dan bentuk baru. Semoga demikian juga berakhirnya tahi jiwa, saat dia diakui, dikeluarkan dan dibuang, dia mungkin akan berdaur ulang, menjadi berkah dalam bentuknya yang baru.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun