Jakarta-Menteng, 25 Februari 2012. LSM KAMPAK Papua yang selama ini konsern terhadap isu-isu korupsi dan kekerasan di tanah papua, melalui koordinator umum Dorus wakum, menilai bahwa opini perdasus yang sementara dibawa kejakarta serta dibicarakan dengan pihak pemerintah pusat adalah propaganda politik pembodohan terhadap masyarakat adat di tanah papua barat. hal ini dinilai bahwa adanya pembicaraan soal mekanisme pemilihan kepala daerah dikembalikan kepada mekanisme DPRP atau DPRD.
Apabila hal ini terjadi, maka disanalah lahan suburnya tanama Bonsai KORUPSI itu tetap berlangsung, sebab jika para politikus ini yang mengambil bagian ini, maka maaf saja bahwa disanalah kepentingan itu bermain dan korupsi akan lebih subur.
Lanjut Wakum, bahwa dirinya pernah maju sebagai kandidat Wakil Bupati Kabupaten Waropen 2010 bersama pasangan kandidat Bupati Hendrik Wonatorey,SE. soal Partai politik dan politikusnya, saya kurang paham dan tidak setuju dengan kader partai yang memanfaatkan partai politiknya untuk kepentingan diri sendiri. saya memiliki pengalaman bahwa menggunakan perahu partai politik selalu saja ada suap atau mani politik.
Adanya wacana bahwa pemilihan kepala daerah dikembalikan kepada mekanisme DPRP atau DPRD, saya kawatir saja bahwa politikus papua tidak paham soal reformasi demokrasi yang saat ini sedang berlangsung dan dijalani oleh rakyat indonesia.
bagaimana mungkin kita mau kembali menggunakan Otsus yang sudah gagal, lalu kita mau memanfaatkan pasal-pasal yang tidak jelas untuk mengelabui masyarakat adat papua. Bila mekanisme itu berlaku, maka Korupsi dan Politisasi atau Kriminalisasi kandidat pemimpin daerah akan berlangsung secara mulus di kursi DPRP atau DPRD, sementara pemahaman para politikus di tanah papua sangat diragukan atas kemampuan mereka memahami dan menerjemahkan peraturan perundang-undangan yang ada.
Masyarakat adat papua sudah memahami benar soal-soal pemilukada; soal berbagai peristiwa yang terjadi berkaitan dengan pemilukada di daerah adalah dikarenakan oleh Partai Politik melalui Politikusnya, serta Ketidak mampuan dan ketidak tegasan KPUD dan Panwas di daerah.
Contoh kasus Dualisme Rekomendasi Partai Golkar kepada kandidat Bupati waropen Drs.Ones J.ramandey,MM dengan Drs. Yesaya Buiney,MM; yang kemudian kandidat Ramandey digugurkan dalam verifikasi faktual oleh KPUD Waropen yang selanjutnya para pendukung Ramandey merusak kangtor KPUD Waropen 2010. Hal lain adalah kasus Pemilukada Puncak Papua, diamana Dualisme Rekomendasi Partai GERINDRA telah mengakibat pendukung masing-masing kandidat Elvis Tabuni dengan Simon Alom saling perang antar pendukung dan 57 orang meninggal sementara 300an luka-luka. selanjutnya kasus Pemilukada Tolikara, antara pendukung Dr.Jhon Tabo dari Partai Golkar berhadapan dengan kandidat Usman Wanimbo dari Partai Demokrat, akibat saling ejek antar pendukung maka kinflik antara pendukung tak terhindari dan 11 orang meninggal sementara 182 orang luka-luka.
Wakum kawatir bahwa adanya opini pemilihan dikembalikan kepada mekanisme DPRP atau DPRD, ini sengaja diperkuat dengan permainan elit politik dan birokrasi di daerah yang berkonflik supaya membenarkan bahwa orang asli papua atau masyarakat adat papua belum siap menerima reformasi demokrasi di tanah papua, dengan demikian maka kepentingan politik mereka para politikus dan partai politik ini dapat memainkan politiknya untuk kepentingan calon gubernur yang mereka usung nantinya. nah disinilah kita bisa lihat bahwa berbagai konflik didaerah itu bukan karena masyarakat tetapi karena politikus dan partai politiknya serta membocengi borikrasi yang berkepentingan.
Reformasi demokrasi bukan berarti kita akan kembalikan kepada sistem orde lama atau orde baru yang membantasi hak-hak warga negara dalam melakukan pemilihan langsung untuk menentukan pemimpinnya, sehingga bagi teman-teman yang akan maju dengan perorangan sudah harus berpikir dua kali soal ini, sebab ini merupakan ganjalan utama nantinya bagi Calon Independen.
Siapa bermain untuk apa, siapa merancang kejahatan untuk siapa, oleh sebab itu kita tidak boleh lagi membodohi rakyat atas nama undang-undang, yang sesungguhnya pemahaman kitalah yang mengkerdilkan pemahaman undang-undang untuk menggantungkan hak asasi manusia warga negaranya. (dowa)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H